BUMDesa, Jalan alternative mengurangi
kemiskinan
Alja Yusnadi, S.TP.,M.Si, Tenaga Pengajar
di Prodi Agribisnis, Universitas Gajah Putih (UGP), Takengon
Beberapa waktu terakhir,
diskursus tentang kemiskinan makin menyeruak kepermukaan. Terakhir, spanduk
dipasang dibeberapa titik dikawasan Banda Aceh dan Aceh Besar, isinya nada
sarkas terhadap pemerintah terhadap kemiskinan Aceh.
Memang, hampir satu dasawarsa,
Aceh menempati provinsi paling miskin di pulau sumatera, dan termiskin ke 6 di
Indonesia setelah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo.
Kondisi ini terus bertahan, walaupun Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil
Bupati, Walikota-Wakil Walikota silih berganti.
Jika melihat jumlah APBA dan
APBK, status termiskin di Sumatera ini memang agak ganjil, bayangkan saja, ada
15-17 Triliun APBA setiap tahun, dan rata-rata 1,5 Triliun APBK, ditambah lagi
1 Milyar APBGampong. Aceh juga memiliki dana otonomi khusus, yang tidak
dimiliki daerah lain.
Pasca damai dan Tsunami, aceh
secara silih berganti dipimpin oleh Irwandi Yusuf-M. Nazar, Zaini
Abdullah-Muzakir Manaf, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah. Ketiga rezim pemerinntah
ini memiliki program unggulan dan memiliki proyeksi pembangunan lima tahunan
(RPJM) dan tentu pula ada poin pengentasan kemiskinan disitu.
Namun faktanya, sampai hari ini
janji-janji politik yang selanjutnya menjadi dokumen resmi belum mampu
diejawaentahkan kedalam program kongkrit dilapangan. Dalam hal ini,
masing-masing pihak memiliki bobot salah yang berbeda, tidak bisa di bebankan
kepada Gubernur seorang. Misalnya, dalam skala kabupaten, secara berturut-turut
Singkil, Gayo Lues dan Pidie Jaya adalah tiga besar kabupaten termiskin di Aceh
dan secara kuantitas, masyarakat miskin paling banyak berada di Kabupaten Aceh
Utara.
Mengurai Kemiskinan
Miskin, menurut KBBI adalah tidak
berharta, serba kekurangan (penghasilan sangat rendah). Sementara kemiskinan,
situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan,
pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat
kehidupan yang minimum.
Menurut BPS, jika orang memiliki
pengeluarannya dibawah Rp. 401.220 per orang per bulan atau 13.374 per hari
termasuk kedalam miskin. Jika satu keluarga memiliki 4 orang anggota, maka
basis garis kemiskinan atau rata-rata pengeluaran adalah Rp. 1,6 Juta.
Bank Dunia menetapkan standar
garis kemiskinan sebesar USD 1,9, apabila dikonversi dengan kurs 14.000, maka
satu orang harus memiliki pengeluaran sebesar Rp. 26.600. dan jika satu
keluarga 4 orang anggota maka pengeluaran sebulan sekitar Rp. 3.192.000.
Jika mengacu kepada beberapa
defenisi diatas, kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kemampuan masyarakat
untuk memperoleh pendapatan sehingga dapat membelanjakan untuk kebutuhan
sehari-hari.
Dari beberapa faktor penyebab
terjadinya kemiskinan, yang sangat erat kaitannya dengan kemampuan untuk
mendapatkan penghasilan adalah terbatasnya peluang kerja. Jika kita ingin
melihat kemiskinan di Aceh, maka kesimpulannya adalah terbatasnya tersedianya
lapangan kerja di Aceh.
BUMDesa dan UMKM sebagai alternative
Untuk menekan angka kemiskinan
yang terus melilit Aceh dari masa ke masa dapat dimulai dengan menentukan
target. Pemerintah harus menjadikan issue pengentasan kemiskinan ini sebagai
target utama. Ketika target ditetapkan, maka seluruh sumberdaya harus
dikerahkan untuk mewujudkan target.
Baik Sumber Daya Manusia
(Aparatur) maupun Sumber Daya Keuangan (APBA-APBK) harus dikerahkan untuk
mengentaskan kemiskinan. Sebagai langkah untuk menekan angka kemiskinan bisa
dilakukan dengan dua cara.
Yang pertama, membantu masyarakat
miskin untuk mengakses papan. Sejauh ini pemerintah Aceh telah memiliki program
pembangunan rumah, baik rumah layak huni maupun rumah dhuafa.
Kedua, membantu masyarakat untuk
mendapatkan penghasilan diatas ambang batas miskin. Artinya, setiap masyarakat
harus memiliki pendapatan diatas Rp. 1,6 Juta per bulan untuk keluarga yang
memiliki anggota 4 orang.
Dari beberapa solusi, baik yang
sudah dikerjakan maupun yang masih diwacanakan, saya menawarkan untuk
memperkuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Ini bukan program baru, sudah
lahir melalui program BKPG. Makanya, setelah pemerintah pusat melalui
kementrian desa mengeluarkan kebijakan untuk BUMDesa, Aceh merupakan provinsi
paling banyak BUMDesa secara kelembagaan, namun minim yang muncul kepermukaan.
BUMDesa, atau di Aceh pesisir di
sebut BUMG (Gampong) dan di wilayah Tengah disebut BUMK (Kampung) harus mampu
menjadi penguat ekonomi rakyat. Dengan kewenangan yang dimiliki, BUMDesa dapat
menggarap semua potensi perekonomian desa, dan memiliki akses modal dari anggaran
desa.
Sejauh ini, BUMDesa di Aceh belum
mampu menjadi lokomotif pergerakan ekonomi di desa. Banyak hal yang menyebabkan
kondisi tersebut, sebut saja misalnya keterbatasan sumberdaya manusia, baik
dari sisi manejerial, maupun kemampuan menggali potensi.
Dalam hal ini, baik Pemerintah
Aceh maupun pemerintah kabupaten harus mengambil peran super visi. Melalui
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) atau nama lain, pemerintah dapat
membantu pertembuhan BUMDesa.
Sejalan dengan itu, kehadiran
BUMDesa juga dapat bersinergi dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah milik
masyarakat. Sebut saja, melalui salah satu unit usaha simpan-pinjam, BUMDesa
dapat memberikan akses modal kepada pelaku UMKM di desa.
Untuk memperkuat UMKM, pemerintah
harus membantu fasilitas, seperti pelatihan, penguatan kelembagaan, bahkan
sampai membantu pemasaran. Seperti pemerintah kota Surabaya dengan program
Pejuang UMKM-nya. Dengan dukungan APBD, walikota Surabaya mampu melahirkan
16.000 kelompok UMKM. Pejuang UMKM dibagi menjadi dua katagori, Pejuang Ekonomi
dan Pejuang Muda. Untuk pejuang eknomi, pemerintah melatih ibu rumah tangga
yang tergolong miskin, walaupun suaminya bekerja. Untuk pejuang muda, hanya
perbedaan umur saja.
Pelaku UMKM mendapat
pendampingan, mulai dari diajak bergabung, menyediakan fasilitas pelatihan,
menyediakan narasumber, menghubungkan dengan narasumber sesuai dengan minat,
membantu akses modal, hingga membuat link pasar.
Jika setiap satu tahun pemerintah
kabupaten dapat membantu 200 UMKM, maka selama 5 tahun akan ada 1000 kelompok.
Apabila setiap kelompok memiliki 10 orang anggota, ada 10.000 orang yang akan
keluar dari garis kemiskinan.
Selama ini, pemerintah
kabupaten/kota dan pemerintah aceh telah membantu UMKM, baik melalui pelatihan
atau akses modal melalui bantuan social. Permasalahannya, kegiatan tersebut
parsial, tidak disusun dari hulu ke hilir.
Tulisan ini telah dimuat:
https://anteroaceh.com/news/bumdesa-jalan-alternatif-mengurai-kemiskinan-di-aceh/index.html?fbclid=IwAR24GAPEQkPtoJP7c_CJ6zxMoGfP_EIhTJkxrVyX2sipXHVqwiQ6fsclbn8
https://anteroaceh.com/news/bumdesa-jalan-alternatif-mengurai-kemiskinan-di-aceh/index.html?fbclid=IwAR24GAPEQkPtoJP7c_CJ6zxMoGfP_EIhTJkxrVyX2sipXHVqwiQ6fsclbn8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar