![]() |
Ilustrasi (Int) |
Oleh : Alja Yusnadi
Penyebaran
virus Corona makin liar, menembus segala sekat dan batas sosial. Semua pihak
secara gotong-royong harus mengambil peran. Pemerintah, mulai presiden hingga
kepala desa harus mengambil bagian.
Presiden,
melalui mendagri telah memberikan keluasan bagi pemerintah daerah untuk merevisi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah daerah harus segera
melakukannya. Pola penanggulangannya tidak bisa sentralistik, secara berjenjang
setiap pemerintahan harus mengeluarkan kebijakan.
Masing-masing
daerah dapat mengeluarkan kebijakan sesuai kebutuhan. Pemerintah Kota Banda
Aceh misalnya, Aminullah Usman, sang Walikota menginstruksikan
menutup tempat keramaian di Banda Aceh untuk sementara waktu.
Instruksi ini disampaikan Aminullah, Minggu
(22/3/2020) setelah disepakati dengan Forkopimda Kota Banda Aceh untuk
dijalankan. Beberapa tempat keramaian yang harus ditutup adalah lokasi wisata,
seperti Pantai Ulee Lheue, warung kopi, café, tempat karaoke, wahana permainan
dan pusat hiburan. Kebijakan Walikota ini sejalan dengan kebijakan Plt.
Gubernur Aceh.
Menindaklanjuti kebijakan ini, Satpol PP yang dibantu pihak TNI dan
Kepolisian melakukan pengawasan di beberapa pusat keramaian di kota Banda Aceh.
Penutupan tempat keramaian ini dimaksudkan untuk memutus mata rantai
penyebaran Covid-19. Sebagai ibukota provinsi, tentu Banda Aceh memiliki
tingkat kemungkinan penyebaran lebih tinggi dari daerah lain jika ditinjau dari
kepadatan penduduk, kemajemukan dan intensitas keluar-masuk orang.
Memang, sebelumnya kebijakan itu dikeluarkan, masyarakat masih ramai
yang mengunjungi warung kopi dan tempat rekreasi. Situasi ini dikhawatirkan dapat memperparah penularan, karena kita tidak
pernah tau siapa yang berpotensi menularkan, karena tidak ada ciri khusus orang
yang suspect Corona.
Dua sisi matauang
Kebijakan ini memang bagai dua sisi mata uang. Disatu sisi sangat
penting untuk memutus mata rantai penularan. Virus ini sangat mudah tertular,
beberapa kasus di berbagai negara yang hari ini menjadi dampak paling parah,
penyumbang penular terbanyak melalui tempat keramaian. Baik melalui acara
ritual keagaaman, pesta adat, maupun di pusat pasar.
Di Korea Selatan misalnya, salah satu penyumbang terbesar penyebaran
virus Corona adalah salah satu sekte keagamaan. Ditengah upaya pemerintah
menanggulangi penyebaran, pimpinan sekte tersebut justru melaksanakan ritual
keagamaan yang melibatkan banyak jemaat. Akhirnya, laju penularan berlari
kencang, hampir membuat pemerintah kualahan.
Di Australia, pesta pernikahan berubah menjadi malapetaka, paling tidak,
seperti yang dilansir Sydney Morning Herald, sudah ada 37 tamu positif
Covid-19. Di Indoensiapun demikian.
Sehingga, kebijakan untuk memecah konsentrasi perkumpulan orang dalam
jumlah banyak sangat diharapkan.
Disis lain, penutupan warung kopi, café, tempat rekreasi ini juga ikut
memperlambat laju ekonomi, bahkan membunuh pendapatan pedagang kecil, pekerja
di warung kopi, café, tempat hiburan.
Inilah yang menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah disamping memutus
mata rantai penyebaran virus. Pemerintah dapat memberikan keringanan atau
menghapus pajak untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bekerjasama
dengan pihak perbankan untuk meringankan beban pembiayaan yang harus dibayar pelaku
UMKM kepada Bank sebagaimana disarankan oleh OJK beberapa waktu silam.
Ketersedian bahan pokok juga perlu diperhatikan. Jika pembatasan ini
berlangsung dalam waktu singkat tentu semua akan baik-baik saja. Sebaliknya,
jika situasi ini berlangsung lama, maka penting bagi pemerintah untuk membuat skenario
dan juga penanggulangannya untuk berbagai kondisi.
Pemerintah kabupaten/kota yang lain juga harus mengeluaran kebijakan
yang dapat menekan angka penularan. Selain sekolah, rumah ibadah, pasar, warung
kopi, café yang sudah dilarang, perlu juga kiranya mempertimbangkan untuk mengatur
keramaian di rumah kenduri.
Kabupaten/kota yang memiliki pintu-masuk dengan provinsi lain, baik
lewat darat, laut maupun udara harus memiliki kebijakan tersendiri. Harus ada
standar operasional prosedur yang diterapkan untuk setiap orang yang
keluar-masuk.
Di Singapura, setiap orang masuk harus dikarantina selama 14 hari untuk
memastikan bebas Corona. Pilihan lain dapat meniru apa yang dilakukan Surabaya,
menyediakan Kamar Strelelisasi yang ditempatkan di sektar fasilitas public.
Tentu masih banyak hal lain yang dapat dihimbau, disintruksikan oleh
pemerintah agar masyarakat terhindar dari penyebaran Corona. Termasuk harus
merevisi APBD untuk menyediakan masker, hand sanitizer, Alat Pengaman Diri,
penunjukan Rumah Sakit khusus Corona, mempersiapkan tenaga medis sesuai standar
keselamatan.
Paling tidak, apa yang sudah dilakukan Walikota Banda Aceh ini menjadi
langkah awal yang tanggap. Selebihnya, kita dorong agar dilanjutkan dengan
kebijakan lainnya yang mampu menambal ekses Corona. Dan, seraya terus mengharap
Kasih Sayang-Nya, yang Hayyan dan Qadiran!
Tulisan ini sudah pernah tayang di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar