Rabu, 27 Juli 2011

Melanjutkan Perdamaian Aceh


Melanjutkan Perdamaian Aceh
Oleh : Alja Yusnadi
Hampir tidak ada orang yang tidak sepakat jika aceh tetap dalam keadaan aman dan damai. Sudah cukup konflik yang terjadi puluhan tahun (dihitung mulai 1976-2005) menjadi pelajaran bagi kita semua. Dimana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi barang langka yang tidak dijual dibumi Iskandar Muda ini. Perdamaian telah berhasil diraih, pekerjaan selanjutnya adalah mengisi perdamaian.

Damai bukanlah kotak kosong yang tidak bergerak, damai harus diisi!.salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk mengisi perdamaian aceh demi keberlanjutannya adalah pemerintahan aceh. damai harus mampu memberi ruang gerak bagi rakyat untuk mengakses kesejahteraan. Pemerintahan aceh, baik eksekutif maupun legislatif memiliki tanggung jawab konstitusional dan moral kepada masyarakat aceh. maju mundurnya perdamaian sedikit banyak dipengaruhi oleh tangan mereka.

Senin, 25 Juli 2011

Menimbang Pilkada Aceh

Menimbang Pilkada Aceh
Oleh : Alja Yusnadi

Konstelasi politik di Aceh kian bergerak mencari bentuk idealnya. Salah satu percaturan politik yang menarik diawal tahun 2011 ini adalah keterlambatan pengesahan APBA 2011 dan wacana penundaan Pemilihan Kepala Daerah. Wancana Penundaan tersebut pertama sekali dilontarkan oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Drs. Hasbi Abdullah, M.Si kepada media massa. (serambi Indonesia, 4 April 2011).

Politik Srigala, atau Srigala politik?


Politik Srigala, atau Srigala politik?
Oleh : Alja Yusnadi*
Perdebatan antara Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh kian meruncing, kedua lembaga tersebut saling berbalas pantun politik dimedia massa. Perdebatan pelaksanaan pemilukada di Aceh menyisakan KIP dan DPR Aceh sebagai penjaga gawang kedua kesebelasan. Dimana KIP sebagai lembaga pelaksana pemilihan berada pada kesebelasan yang memperjuangkan agar pemilukada terlaksana sesuai dengan jadwal, sementara DPRA, khususnya pansus III yang diberi mandat untuk merumuskan qanun pemilihan gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil wali kota, dan bupati/wakil bupati sebagai keseblasan yang menentang putusan KIP dan terindikasi untuk menunda pemilukada serta “mendiskualifikasi” calon independen dari kompetisi.