Sabtu, 23 Agustus 2014

Harga pala di Aceh Selatan turun

ACEH SELATAN-Sejak menjelang puasa, harga pala basah di Aceh Selatan mengalami penurunan. Entah ada kaitan atau tidak, menjelang pemilu presiden, harga pala basah mencapai angka Rp. 27 ribu per kg. Sebelumnya, pala basah mencapai Rp. 33 ribu per kg.

Hal ini diperburuk dengan tidak tersedia uang bagi pengumpul lokal, karena tidak ada uang di tingkatan yang lebih tinggi.

Alja Yusnadi, anggota DPRK Aceh Selatan terpilih mengatakan hal ini harus menjadi salah satu fokus Pemerintah Aceh Selatan, karena pala salah satu sumber penghasilan masyarakat.
“Saya dengar Pemkab Aceh Selatan ingin mengalihkan jenis usaha BUMD Fajar Selatan, dari kontruksi ke perkebunan.

Salah satu sektor yang harus dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan adalah menjamin harga hasil bumi tidak turun jauh karena spekulasi pasar,” katanya.
Di beberapa tempat, pengumpul tidak ada uang, memanfaatkan situasi ini muncullah broker-broker yang punya uang, mereka membeli murah.

Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pengusaha lokal untuk mengakses modal usaha.
Kata Alja, jika tidak segera ditangani, hal ini akan menjadi catatan buruknya masyarakat penghasil pala, karena ini bukan kali pertama, tapi sering terjadi menjelang perayaan hari besar.

KURNIA

Sumber: AJNN.NET

Link: http://www.ajnn.net/2014/07/harga-pala-di-aceh-selatan-turun/

Diserang hama, produksi pala Aceh Selatan menurun

ACEH SELATAN – Produksi pala di Aceh Selatan mengalami penurunan cukup tajam. Dari 1.100 Kg/Ha/tahun menjadi 444 Kg/Ha/tahun.
Mengutip antaraaceh.com, Jumat (22/8, penyebab turunnya angka produksi karena tanaman pala diseranghama jenis penggerek batang dan jamur akar putih.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan H A Manaf Aldy, Aceh Selatan mengatakan pihaknya sudah berupaya mencari solusi pencegahan penyebaran hama. Bahkan pihaknya bekerja sama dengan Tim peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Bogor dan dengan Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh. Kata dia langkah pencegahan akan terus dilakukan.

Pemerintah juga memberikan bibit untuk dilakukan penanaman kembali.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan terilih, Alja Yusnadi mengatakan hama tersebut sudah menjadi momok bagi petani pala di Aceh Selatan. Sayangnya menurut dia langkah preventif belum maksimal dilakukan.

“Persoalan hama penggerek sudah lama menjadi masalah, hingga kini Pemkab Aceh Selatan belum mampu memberikan solusi,” kata politisi muda dari PDIP ini.
Alja menilai pemerintah sudah berupaya menangani persoalan itu dengan serius. Namun hama  penggerek  belum mampu ditangani hingga tuntas. Bila tak berhasil dicegah ia mengkhawatirkan batang batang yang baru ditanami juga bakal diserang hama.

Harga jual pala basah kini mencaai Rp.25 ribu per kilo, turun dari harga sebelumnya Rp.35 ribu per kilo. Menurut Alja, pala bisa meningkatkan kesejahteraan warga, karena di sana umumnya masyarakat petani yang bergantung hidu pada hasil kebun.
“perkebunan pala juga dapat mencegah pertambangan. Karena sektor ini lebih menjanjikan untuk digarap untuk peningkatan ekonomi,” tambahya.


Sumber : AJNN.NET
Link: http://www.ajnn.net/2014/08/diserang-hama-produksi-pala-aceh-selatan-menurun/

Senin, 11 Agustus 2014

Awas, Serangan Balik!



Oleh: Alja Yusnadi


Fhoto: Int
Usai shalat magrib disebuah senja bulan agustus, saya menonton televisi, ada pertandingan sepakbola antara Timnas Indonesia Umur 19 tahun melawan Brunei Darussalam dalam kompetisi Hasanal Bolkiah. Bolkiah adalah Sultan Brunai, jadi ini memperebutkan piala Sultan.

Minggu, 10 Agustus 2014

(jangan) Melaknat Rahmat



Oleh: Alja Yusnadi
Fhoto: Int
 Rahmat berasal dari akar kata rahima-yarhamu- rahmat. Di dalam berbagai bentuknya, kata ini terulang sebanyak 338 kali di dalam Al-Qur’an. Rahmat dapat diterjemahkan menjadi kasih sayang. Dalam hal ini sangat dekat hubungannya dengan sang pencipta, yang maha kuasa. Rahmat kita beri simbol positif (+). Sementara Laknat dekat dengan kutuk, mengutuk, dikutuk, dijauhkan dari kasih sayang. Tentu pula bertolak belakang dengan Rahmat. Laknat kita beri simbol negatif (-).  

Sabtu, 09 Agustus 2014

Perempuan Kotak



Oleh: Alja Yusnadi


Jika ada pertanyaan dari Tuan Presiden atau Mr. sekjend PBB, siapa pihak yang paling dirugikan ketika konflik? Saya dengan lantang akan menjawab; PEREMPUAN!. Perempuan Kecil, perempuan besar, perempuan tua, dan perempuan sedang.

Menangkap Bayang



Oleh: Alja Yusnadi



Suatu ketika, kamis malam di bulan Agustus. Gerimis pelan-pelan membasahi tanah, gemercik airnya cukup untuk membuat basah beberapa anak muda di pos jaga gampong tetangga. Mereka duduk berkumpul membicarakan hal-hal yang tidak diagendakan. Sekali waktu mengupas cinta, mereka membuka cakrawala.

Jilboobs, Tutup Atas Cetak Bawah




Oleh: Alja Yusnadi

Entah siapa yang menemukan istilah Jilboobs ini, tapi pada saat pertama sekali saya baca, istilah ini cukup membuat penasaran. JIL merupakan singkatan Jilbab, Boobs dilekatkan pada menonjolkan payudara, lekukan tubuh.

Rabu, 06 Agustus 2014

Siapa dibalik mutasi?



Oleh : Alja Yusnadi

Akhir-akhir ini, hampir disetiap sudut kota, dusun di Aceh Selatan sedang heboh membicarakan mutasi guru. Ya, mutasi. Selama ini mutasi hanya terjadi dilevel pejabat struktural. Misalnya pergantian Kepala Dinas, Kepala bagian, Kepala Seksie, sampai eselon IV.

Tapi kali ini kepala pemerintahan Aceh Selatan memindah tempatkan tenaga pendidik, tenaga fungsional. Mungkin ini kali pertama dalam sejarah ke-guru-an di bumi penghasil pala ini. Tanggapan bisa apa saja, lain orang lain pula tanggapan. Tapi nampaknya kali ini banyak yang menjerit, terutama para guru.

Mutasi guru tidak lah salah, bukan barang haram. Jika mutasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan berkeadilan, itu adalah langkah berani oleh Pak Bupati. Dan patut kita apresiasi. Tapi jika mutasi untuk menuntaskan hasrat busuk tim sukses, maka harus kita luruskan.

Dari sekian banyak orang yang “ngomel” saya adalah salah satunya. Alasan pertama, sudah banyak guru yang entah secara sengaja atau tidak, bercerita seraya mengeluh kepada saya, kedua tentu saja hasil pengamatan saya yang tidak seberapamana.

Saya dengar penjelasan bupati, mutasi tersebut dilakukan untuk menutupi kekurangan guru di daerah Trumon, Trumon Timur, Trumon Tengah, Bakongan, Bakongan Timur, Kutabahagia. Berhenti pada alasan ini, saya sepakat dengan mutasi ini.

Masalahnya tidak berhenti, rupa-rupanya mutasi juga dialami oleh guru sertifikasi (fungsional) dipindahkan ke kantor UPTD Dinas Pendidikan (Struktural). Mutasi juga terjadi pada sekolah yang hanya memiliki satu guru bidang studi tertentu, setelah dimutasi, sekolah tersebut tidak memiliki guru bidang studi itu lagi. Ada juga yang awalnya Tenaga Tata Usaha (Struktural) dimutasi menjadi guru (fungsional).

Mutasi juga dialami oleh guru-guru yang sudah memasuki masa persiapan pensiun. Kalau sudah begini, saya tentu tidak setuju. Mutasi yang awalnya bertujuan untuk pemerataan guru, justru meng-obok-obok guru. Belum lagi guru yang berasal dari Labuhan Haji di pindahkan ke trumon.

Seharusnya, sebelum melakukan mutasi, Bupati melalui Dinas Pendidikan membentuk tim. Tim ini yang kemudian melakukan penilaian yang objektif, akurat, datanya harus aktual dan faktual, jangan data kadaluarsa, bisa overdosis jika diterapkan.

Dari beberapa pegawai Dinas Pendidikan merasa tidak tahu soal mutasi, para pengawas juga tidak tahu, kepala sekolah juga tidak dilibatkan. Lantas, siapakah yang bermain di balik mutasi ini?hantu tidak mungkin. Bupati sendiri pun tidak mungkin.

Ada yang menduga ini permainan tim sukses dengan pertimbangan like or dislike. Sejauh itukah?. Bisa iya bisa tidak. Oknum dinas pendidikan, tim sukses, dalam hal ini bupati dikerjain.

Saran saya bupati jangan sungkan untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini, tidak keseluruhan, tapi sebagian yang keliru. Toh dalam SK juga disebutkan, akan ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan. So, jangan angkuh, jangan ragu, akui kesalahan, evaluasi staff, tim sukses bukan tuhan. jangan sampai bupati dijerumuskan...[]
 

Hanya Wakil, Tuanku Ya Rakyat!!



                                                            Oleh : Alja Yusnadi

Sejak 2008, ketika mulai aktif di Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF), yang konsen terhadap issue penguatan perdamaian, sedikit tidak saya sudah terlibat dalam berbagai kegiatan pengontrolan pemerintah. Salah satu program ACSTF pada saat itu adalah Monitoring Parlemen, Kebijakan Publik, Analisa Media.

Pada program yang pertama, terakhir kali saya menjadi ketua divisi. Kegiatan pemantauan yang saya lakukan bersama dengan tim membuat saya tertarik untuk mendalami fungsi kedewanan; Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan.

Tidak jarang saya satu meja dengan pimpinan DPRA untuk membahas kinerja dewan. Sekali waktu, Fakultas Hukum Unsyiah mengadakan seminar menganai legislasi Aceh tahun 2012, saat itu pematerinya adalah Prof. Husni Jalil, guru besar Fakultas Hukum Unsyiah, Amir Helmi, SH, wakil ketua DPRA, dan saya sendiri, Alja Yusnadi, S.TP sebagai manager program ACSTF.

Sengaja saya buat nama, lengkap dengan gelar kesarjanaan. Disaat pembukaan seminar oleh Dekan FH, beliau menyentil saya dengan kalimat,”hanya orang hukum yang mengerti legislasi, lainnya pengamat,” begitu ucap pak dekan. Tentu saja kalimat itu ditujukan kesaya, karena saya yang notabenenya Sarjana Teknologi Pertanian, koq bicara legislasi.

Barangkali, ucapan pak dekan ada benarnya. Secara akademik, saya bukan Sarjana Hukum, tapi karena ketertarikan saya kepada legislasi, saya sudah pernah mengikuti pendidikan singkat Legal Drafting, karena saya menggeluti dunia itu, saya juga dituntut untuk membaca, mempelajari ilmu yang berkaitan dengan peran dewan.

Disela itu, mewakili ACSTF, saya juga pernah mengeluarkan hasil kajian mengenai kinerja DPRA, memberi masukan terhadap bebera qanun yang sedang dibahas DPRA, melakukan Talkshow radio bersama piminan alat kelengkapan DPRA, seperti ketua Komisi, ketua Banleg, dll.

Kemudian, tahun 2014, setelah melewati pemilu, melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, saya terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan, dari Dapil IV. Seketika, saya teringat apa yang sudah saya lakukan beberapa tahun silam.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral, melalui tulisan ini, saya memohon kepada kawan-kawan yang dulu satu barisan ketika masih di kampus, di ACSTF, atau diwarung kopi untuk mengingatkan saya ketika tidak sesuai dengan aturan. Tegur saya ketika sudah melenceng, nasehati disaat saya salah, beri masukan disaat saya tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah lama absen, saya mencoba untuk kembali menghidupkan blog untuk menyimpan goresan, ide, curhatan, mencoba lagi untuk menulis. 

Beban tersendiri bagi saya, apakah mampu mengemban amanah sebagai wakil rakyat, tapi yang pasti hanya sekedar wakil, mengutip Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah; hanya wakil, tuanku ya rakyat.[]





Politek Kuah Beulangong




Oleh : Alja Yusnadi
Syahdan, di suatu negeri bertuan-puan, masyarakatnya sedang sibuk menentukan siapa yang akan menjadi Tuan Besar di negeri itu. Menghadapi suksesi ini, masyarakat meninggalkan sawah-ladang. Mereka berbondong-bondong, bersyarikat mendukung jagoannya. Mereka menyiapkan berbagai rupa persembahan. Biasanya pemilihan tetua negeri tak serumit ini, mengikuti sampai sang tetua sudah uzur, tak sanggup lagi. tetua negeri biasanya tidak dipilih, ditentukan oleh beberapa orang perwakilan sagi, wali sagi inilah yang memilih tetua negeri. Tidak ada protes keras dari tuan-puan penghuni negeri.

Entah apa sebabnya, tiba-tiba sistem penentuan tetua negeri tak lagi seperti biasa. Masyarakat diberikan hak suara untuk menentukan tetua negeri. Bagai pisau bermata dua ; bisa untung, dapat pula buntung. Dengan penuh keterbatasan, akhirnya mereka membuat sistem pemilihan tetua negeri. Dibentuk lah panitia pemilihan, panitia pengawas pemilihan. Kemudian masyarakat dibelah, mereka diharuskan mendirikan perkumpulan-perkumpulan, melalui perkumpulan inilah tetua negeri ini dicalonkan.

Hari berganti mingu hingga berganti bulan, tuan-puan mendirikan beberapa perkumpulan, mereka mengasosiakan diri di dalamnya. Para calon diberikan kesempatan untuk menawarkan program kerjanya jika menjadi tetua negeri. Bermacam ragam, ada yang menyewa kelompok rebana dari negeri sebelah, ada yang membagi-bagi bunga, ada yang menyiapkan persembahan, itu semua dilakukan untuk menarik perhatian tuan-puan semua, dan mengajak untuk memilih.

Semua calon menawarkan program yang bagus, menjulang tinggi, hingga membawa negeri tak bernama ini masuk kedalam perkumpulan negeri-negeri. Ada juga yang menawarkan dukun gratis, tuan-puan tak perlu risau jika sakit, karena dukun telah dibayar oleh negeri. Sekelolah keluar negeri, hingga menawarkan nikah siri gratis. Bahkan, ada yang berani menjamin memberi uang untuk penghuni negeri sebanyak tiga stali.

Begitulah, masing-masing disibukkan mendukung jagoannya. Berbagai cara dilakukan, bahkan hingga mengancam secara fisik. Ini lah kemundurannya, dulu puan dan tuan penghuni negeri ini bersatu melawan penjajah dari negeri lain, bersama-sama mengusirnya. Kini, mereka yang dulu satu barisan saling bantahan. Hingga melampauai batas kemanusiaan. Beberapa orang sudah di bunuh, mereka menjadi korban. Beberapa orang penduduk negeri tetangga juga diancam, di bunuh. Situasi negeri sudah mulai kacau. Sawah-ladang yang sudah ditinggalkan tak terurus lagi, penghuninya sudah sibuk mengurus calon tetua negeri. Pembangunan mesjid, pembangunan rangkang juga tersendat. Begitu besar dampaknya. Penduduk bertetangga sudah tidak saling sapa, padahal dulu mesra. Situasi negeri begitu cepat berubah.

Hari pemilihan hampir tiba, masing-masing kandidat dan pendukung sudah menyiapkan strateginya. Tibalah pada masanya, tuan-puan beramai-ramai memberi suara. Rupanya ada yang tak puas, entah darimana ihwalnya, pertempuran tak dapat dielakkan, pemilihan gagal, tetua negeria tak jadi diganti.

Melihat situasi ini, tetua negeri yang sudah sangat tua turun tangan, dia menenangkan keadaan. Semua kelompok menginginkan jagoannya yang ditetapkan sebagai tetua negeri yang baru, sehingga kesepakatan sulit dicapai. Tidak hilang akal, ditengah kepikunan, tetua negeri mempersilahkan masing-masing kelompok untuk membubarkan diri, kembali rumah masing-masing, pemilihan ulang akan diberitahukan kemudian. Dengan raut kecewa, tuan-puan meninggalkan pusat negeri, menuju rumah masing-masing.

Beberapa waktu kemudian, tetua negeri membuat pengumuman, isinya meminta rakyat untuk pergi ke lapangan Blang Padang, menghadiri kenduri raya. Beberapa ekor kerbau dan lembu di sembelih, rakyat dengan sukarela mempersiapkan segala sesuatu, mulai menyembelih, mencari buang nangka, peras kelapa, hingga memasak, masing-masing bekerja sesuai keahliannya.

Setelah kuah beulangong masak, tetua negeri meminta rakyatnya mundur, menjauh dari beulangong. Kemudian tetua negeri meminta beberapa kandidat untuk maju, menghadap beulangong. Tetua negeri memberikan perintah, agar masing-masing kandidat dipercayakan untuk membagi kuah belangong kepada seluruh rakyat, secara bergiliran.

Dimulai dari kandidat pertama, dengan penuh percaya diri, disertai sorak-sorai pendukungnya membagikan kuah beulangong kepada tuan-puan yang hadir. Satu persatu maju dengan membawa sepiring nasi yang telah dipersiapkan. Disaat yang sama datang tuan-puan pendukung kandidat kedua, kandidat pertama memberikannya setengah aweuk, begitu sampai pada pendukung dan saudaranya, dia memberikan satu aweuk penuh.

Tetua negeri menghentikan, meminta kandidat kedua untuk membagikan kuah beulangong. Sama saja, disaat tiba pendukung dan sanak-saudaranya, sang kandidat memberikan satu aweuk penuh. Begitu pun dengan kandidat-kandidat berikutnya. Tetua negeri menggeleng kepala, rakyat sudah tenggelam dalam kenikmatan kuah beulangong.

Rakyat selesai makan, petanda kenduri akan berakhir. Tetua negeri naik mimbar. Sekejap suasana jadi senyap. “rakyat ku, hari ini kita telah menyaksikan bagaimana para kandidat ini telah membagikan kuah beulangong pada kalian,” ucap sang tetua negeri. “kalian bisa melihat, bagaimana mereka membagikan kuah beulangong itu tidak secara adil, jika dihadapannya adalah sanak saudara dan pendukung, dia melebihkan, ini tandanya mereka tidak adil, hanya merebut kekuasaan, negeri ini akan hancur jika dipimpin oleh orang seperti ini,” tetua negeri terus berceramah, mengalir bagai air bah. Tuan-puan tercengang, para kandidat tertunduk lesu. Sejak itu, para kandidat mengundurkan diri, untuk sementara negeri tetap dipimpin tetua dahulu, hingga rakyat negeri itu betul-betul siap berdemokrasi.   


Selamat Datang Presiden Rakyat!!



Oleh: Alja Yusnadi*
Pertama sekali, saya ingin mengucapkan selamat kepada Presiden-wakil presiden terpilih Republik Indonesia periode 2014-2019, Jokowidodo-Jusuf Kalla. Berbagai peristiwa politik sejak masa pencalonan, kampanye hingga pasca pemilihan telah kita lewati. Saya kira sangat banyak tenaga yang terkuras, baik materi maupun imaterial. Apalagi untuk menangkal kampanye jahat yang dilancarkan pihak lawan.

Bahkan, disaat KPU sudah menetapkan Jokowi-JK sebagai Capres-Cawapres terpilih, kelompok garis keras masih saja menghembuskan kampanye gelap nan pekat. Tapi hebatnya, para relawan dan pendukung di instruksikan untuk meninggalkan salam 2 jari, dan beralih ke salam 3 jari: Persatuan Indonesia.

Kemenangan ini, mengisyaratkan kemenangan rakyat kebanyakan. Kemenangan ini bagaikan pohon besar yang dibawahnya tempat banyak orang singgah dan menggantung harapan hidup. Salah satunya adalah Aceh.
Secara penduduk, aceh memang tidak seberapa dibandingkan dengan penduduk pulau Jawa, Aceh hanya sebanding dengan 3-4 kabupaten di Jawa Tengah. Hal itu berbanding lurus dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak seberapa. 

Waktu pemilihan kemarin, Aceh juga tidak menjadi lumbung Jokowi-JK, padahal Jusuf Kalla (JK) dua kali berkunjung ke Aceh. akan tetapi jika dibandingkan dengan perolehan suara Jusuf Kalla pada tahun 2009 lalu, jelas terjadi kenaikan yang sangat besar.

Sebenarnya, Aceh memiliki kedekatan dengan JK. Saat jadi wapres, JK menjadi salah satu tokoh kunci yang mempelopori perdamaian Aceh, sebagaimana kita tahu, Aceh telah dilanda konflik lebih dari 30 tahun secara terus menerus. Pilpres 2009, SBY berhasil meraup suara hingga 90 persen, pilpres 2014, Prabowo meraih sekitar 54 persen, sisanya untuk Jokowi-JK. 

Pun Demikian, sebagai salah satu tim Jokowi-JK di Aceh Selatan, saya berharap banyak kepada presiden baru pilihan rakyat ini. Aceh bukan basis banteng, malah Aceh merupakan daerah kering bagi partai pemenang pemilu legislatif ini. PDI Perjuangan hanya mendapatkan 1 kursi dari 13 kursi DPR RI, bahkan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) kosong. Mungkin alasan ini linear dengan kalahnya Jokowi-JK di Aceh.

Untuk memperbaiki citra dan reputasi kepemimpinan Presiden Jokowi kedepan, saya sangat berharap Aceh menjadi perhatian. Aceh masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi  pemerintah SBY-Boediono belum mampu menjawab, padahal mereka menang telak di Aceh. 

Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh masih menyisakan banyak masalah. Beberapa Peraturan Pemerintah (PP) belum dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti PP Minyak dan gas, salah satu sektor andalan aceh adalah migas, walau tak banyak, cukup untuk mengelola pemerintahan setelah bagi hasil dengan pemerintah pusat.

Selanjutnya PP tentang Kawasan Pelabuhan Sabang. Laut juga menjadi andalan bagi Aceh, tapi sarana dan prasarananya belum menunjang, kami sangat berharap Pemerintah kedepan  dapat mencermatinya. Selanjutnya PP tentang kewenangan Aceh dan Pusat juga perlu diperhatikan. PP tersebut merupakan perintah undang-undang. Aceh tidak mendapatkanny dengan gratis. Ada sejarah panjang, sampai pada akhirnya tercapai kesepakatan damai. 

Sebagai salah satu tim pemenangan Jokowi-JK, tentunya kendala besar yang kita hadapi dilapangan adalah streotipe masyarakat terhadap Jokowi dan PDI Perjuangan masih terlalu negatif. Hal yang sama jug saya alami sebagai anggota DPRK terpilih dari PDI Perjuangn. Betapa besar energi yang kita habiskan untuk menjelaskan kepada masyarakat.

Kemenangan PDI Perjuangan di Pemilu Legislatif, kemenangan Jokowi-JK di Pemilu Presiden merupakan harapan baru. Khusus bagi Aceh juga merupakan ajang pembuktian, apa yang dituduhkan selama masa kampanye tidak benar.

Langkah-langkah terobosan yang akan di ambil pemerintah baru kedepan dapat menyelamatkan kami tim pemenangan di Provinsi Aceh dan kabupaten/kota, atau sebaliknya akan stagnan. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, PDI Perjuangan akan mendapatkan tempat dihati rakyat Aceh, dan saya yakin akan menyongsong babak baru.

Seharusnya harapan ini dapat kami sampaikan secara langsung, tapi sebagai tim pemenangan yang berada jauh dari Jakarta, menulis surat seperti ini agak lebih mudah, mudah-mudahan bapak membaca dan berkenan untuk menampungnya sebagai aspirasi masyarakat aceh.

Sebagai anggota DPRK Aceh Selatan periode 2014-2019 dari PDI Perjuangan, saya telah menyampaikan apa yang menjadi ketakutan konstituen dan akan siap dengan segala konsekwensi logisnya.

*Ketua BP Pilpres PDI Perjuangan Aceh Selatan, Juru Bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK Aceh Selatan