Kamis, 08 Maret 2012

Seperti Seks, Perdamaian Itu Tak Sesempit Celana dan Rok!





Oleh : Alja Yusnadi

Ditengah teriknya matahari, 2 unit mobil meluncur menuju Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda. Satu mobil yang dikemudikan oleh Ahmad Mirza Safwandi meluncur cepat, ketua Generasi Kuneng (Gen-K) ini bersama beberapa kawan telah lebih dulu sampai di Bandara Sultan Iskandar Muda. Sementara mobil satu lagi dikendarai oleh Reza Aulia, pengusaha muda jebolan universitas terkemuka di Malaysia,  pelan-pelan memasuki gerbang bandara yang didanai oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias ini.

Siang itu, senin 20 Februari 2011, Gen-K menjemput kedatangan seorang penulis nasional. Tak lama menunggu, sosok perempuan berkulit putih menuju rombongan penjemput, disana telah hadir beberapara anggota Gen-K, diantaranya, Mirza, Cut Ayu, Nana, Reza, Indra-Roket, Ferdi, icha, dan saya sendiri. Tanpa banyak basa-basi, dengan penuh keakraban, semuanya menuju kendaraan.

Setelah menjajal perkampungan Blang Bintang dan sekitarnya, kami tiba dirumah makan Hasan. Rumah makan yang sering disambangi oleh tamu dari luar daerah. Sembari menikmati hidangan khas aceh rayeuk, kami berdiskusi ringan, nyaris tanpa topik, mulai dari bicara sosial-politik, seks, budaya, tulis-menulis, hingga perjalanan singkat seorang penulis nasional.

Di sini saya berkesempatan untuk berbincang langsung dengan sosok penulis yang kukenal lewat blog. Saya dipersilahkan duduk untuk memberikan kesempatan berkenalan langsung, karena besok, saya akan memandu Talkshow radio bersama perempuan penulis “seks tidak mesti porno” itu.  Ya, dia adalah Mariska Lubis, yang baru saja meluncurkan buku "Ayahku Inspirasiku." Awalnya, saya merasa canggung juga harus menjadi host bersama Mariska Lubis.

Saya tidak begitu mengenal sosok perempuan berkulit putih dengan rambut terurai ini. Beberapa tulisannya di kompasiana membuat geger kompasianer, diawal kemunculannya ditahun 2009, goresan tangannya mampu mewarnai dan mengubah orientasi trending topic di kompasiana. Tulisan-tulisannya yang dibungkus dengan aura seks mampu mencuri perhatian kompasianer. Sedikit lagi, saya sempat membaca beberapa kali blognya.

Seks dan Politik
Menulis tidak sama dengan status ningrat, bangsawan, yang bisa diwariskan, anak seorang penulis belum tentu dapat menulis seperti orang tuanya, begitu juga sebaliknya, penulis bisa alhir dari seorang ayah/ibu yang bukan penulis. Mariska Lubis termasuk kedalam tipe yang kedua, darah penulis tidak mengalir ditubuhnya. Begitu dia menjelaskan siapa dirinya.

Pun demikian, ML mulai menulis diusia 8 tahun, usia yang masih belia. Baginya menulis adalah jiwa dan katahati. Kegemaran menulis diawali dengan kegemaran membaca, masa kecilnya lebih banyak dihabiskan di dalam kamar, dan pustaka, untuk membaca. Demikian tulis Mariska dalam blognya.
Perjalanan kariernya sebagai penulis tidak berjalan mulus. Beberapa tahun Mariska Lubis sempat berhenti menulis. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti ini  memilih jalan sebagai penulis profesional karena panggilan jiwa, “saya bisa menikmati menulis, dan saya dapat hidup dengan menulis,” katanya disela-sela makan siang.

Memang, penghuni daftar terkaya nomor satu di Indonesia, di dunia bukan seorang penulis, tapi penulis membantu banyak orang untuk tidak lupa pada sejarah, membantu manusia untuk membuka jendela dunia, termasuk membantu banyak orang menjadi pribadi yang kaya jiwa dan pikirannya.

Dalam menulis, Mariska Lubis mencitrakan diri sebagai penulis Seks dan Politik. Baginya, "seks tidak mesti porno." Namun begitu, di dunia blogger, ia tidak bisa menahan sebutan pihak lain. nermacam sebutan disematkan pada dirinya, mulai dari ratu seks, pengamat seks, dan sebutan-sebutan lain yang berbau seks.
Termasuk saya, awalnya saya menduga Mariska Lubis hanya mencari sensasi dengan tulisan seks-nya. 

Siang itu, dengan penuh keakraban, perempuan itu menjelaskan sedikit soal kenapa dia memilih seks dan politik. Baginya, seks dan politik sama-sama awal dari kehidupan. “seks itu bukan hanya jenis kelamin, bukan hanya selangkangan,” ujarnya. Seks itu tidak seperti yang dibayangkan banyak orang, seks tak sesempit celana dan rok. Seks lebih dari itu, seks merupakan awal kehidupan, begitu juga dengan politik.

ML dan Aceh
ML adalah singkatan dari namanya, Mariska Lubis. Khusus untuk aceh, nama ML sempat gempar. Itu karena tulisannya tentang: "BOM, hadiah terindah untuk aceh." Melalui tulisannya itu ML menyampaikan secara tekstual bahwasanya aksi kekerasan, BOM yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu adalah sesuatu yang diharapkan oleh masyarakat Aceh. Spontan saja, tulisan itu mendapat tanggapan, bahkan cacian?!.

Orang Aceh beramai-ramai menggugat, menghujat tulisan ini, dan kadang cendrung tendensius. Diantara mereka yang menghujat, termasuk saya, walau bagaimanapun tulisan ML telah melukai perasaan.
“Saya sengaja menulis itu, biar orang Aceh bersatu untuk memusuhi saya, dan sejenak melupakan BOM,” ucap ML disaat Talkshow radio. Orang Aceh, sebagaimana ia mengutip kesimpulan dari orang Aceh, akan bersatu jika ada orang luar yang menjadi musuh bersama.

Pernyataan ML ada benarnya. Semasa konflik dulu, rakyat Aceh bersatu padu untuk melawan kekerasan oleh aparat negara. Mereka berjuang dengan cara masing-masing. Bagi GAM/TNA berjuang dengan senjata, bagi masyarakat biasa, mereka berjuang dengan bahasa, mereka harus berdusta, disaat ditanya oleh serdadu kearah mana gerilyawan pergi, mereka menjawab kanan, padahal yang dimaksud pergi kekiri.

Tak jarang juga masyarakat menjadi korban, sasaran kekerasan, popor laras panjang, tapak sepatu, salah culik, salah tembak. Ya, begitulah cara mereka berjuang untuk daerah yang mereka cintai ini. Walaupun setelah damai mereka di-kelas dua-kan. Pada saat itu mereka terhipnotis dengan ceramah-ceramah agamawan, cerdik pandai, yang mengatakan Aceh mulia harus diperjuangkan.

Sekarang, mereka tetap pada kondisi semula, jalan keramik yang dijanjikan tak kunjung datang, kesejahteraan hanya tinggal mimpi. Perang sudah usai, yang tidak bersenjata tak dianggap pahlawan, dan tak berhak menikmati buah perjuangan. 

Sekarang, disaat damai, tak ada lagi pertengkaran. Tak ada lagi musuh bersama, seperti kata Mariska, orang Aceh memusuhi orang Aceh. Ajang pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah membelah Partai Aceh (PA) dengan Irwandi Yusuf. Tak tanggung-tanggung, PA merupakan Partai Politik Lokal yang dihuni oleh mantan kombatan, Irwandi juga hendak mendirikan Partai politik lokal yang didukung 12 mantan panglima GAM wilayah. Kedua kelompok ini adalah punggawa GAM disaat konflik.

Barangkali, kepentingan politik telah membuat banyak orang amnesia terhadap perjuangan, tujuan, dan cita-cita. Padahal semua itu serius, nampaknya semua harus taubat ban sigom nanggroe!. ML berhasil mengalihkan perhatian BOM melalui tulisan. Agaknya Aceh butuh pengalih perhatian dalam skala besar, seperti yang dilakukan ML. Bukannya mobilisasi kekuatan secara besar-besaran.

Sebenarnya ML tidak begitu asing dengan Aceh, pada tahun 1993, dia telah menulis karya ilmiah, Aceh sebagai salah satu objek penelitian. Sejak itu pula ML mulai jatuh cinta dengan Aceh. Dia juga menulis tentang Aceh di berbagai media, baik lokal maupun nasional. ML juga menulis mengenai Hasan Tiro, deklarator Gerakan Aceh Merdeka. Pengetahuannya tentang Aceh tidak kalah dengan orang Aceh sendiri.
“Kalau bukan kalian, generasi muda Aceh yang menulis tentang Aceh, siapa lagi?” tantang ML disaat menjawab salah seorang pendengar Talkshow radio.

Masih banyak cerita dan keintiman bersama Mariska, nyaris tak mampu mengekplorasi kata menggambarkan suasana itu, pendeknya, saya, Gen-K sudah bertemu dengan Mariska, si penulis seks itu. Jika ML mengatakan “Wahai penguasa, belajar dari seks donk,” saya mengatakan, “Wahai penguasa Aceh, seperti seks, perdamaian itu tidak sesempit celana dan rok”!. Perdamaian adalah awal dari kehidupan Aceh selanjutnya, jadi peliharalah janin ini, jangan aborsi!

*Penulis adalah Sahabat ML

Sumber : http://www.atjehpost.com/read/2012/03/04/3433/6/6/Seperti-Seks-Perdamaian-Itu-Tak-Sesempit-Celana-dan-Rok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar