Minggu, 24 Agustus 2014
Sabtu, 23 Agustus 2014
Harga pala di Aceh Selatan turun
ACEH SELATAN-Sejak menjelang puasa, harga
pala basah di Aceh Selatan mengalami penurunan. Entah ada kaitan atau
tidak, menjelang pemilu presiden, harga pala basah mencapai angka Rp. 27
ribu per kg. Sebelumnya, pala basah mencapai Rp. 33 ribu per kg.
Hal ini diperburuk dengan tidak tersedia uang bagi pengumpul lokal, karena tidak ada uang di tingkatan yang lebih tinggi.
Alja Yusnadi, anggota DPRK Aceh Selatan terpilih mengatakan hal ini harus menjadi salah satu fokus Pemerintah Aceh Selatan, karena pala salah satu sumber penghasilan masyarakat.
“Saya dengar Pemkab Aceh Selatan ingin mengalihkan jenis usaha BUMD Fajar Selatan, dari kontruksi ke perkebunan.
Salah satu sektor yang harus dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan adalah menjamin harga hasil bumi tidak turun jauh karena spekulasi pasar,” katanya.
Di beberapa tempat, pengumpul tidak ada uang, memanfaatkan situasi ini muncullah broker-broker yang punya uang, mereka membeli murah.
Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pengusaha lokal untuk mengakses modal usaha.
Kata Alja, jika tidak segera ditangani, hal ini akan menjadi catatan buruknya masyarakat penghasil pala, karena ini bukan kali pertama, tapi sering terjadi menjelang perayaan hari besar.
KURNIA
Sumber: AJNN.NET
Link: http://www.ajnn.net/2014/07/harga-pala-di-aceh-selatan-turun/
Hal ini diperburuk dengan tidak tersedia uang bagi pengumpul lokal, karena tidak ada uang di tingkatan yang lebih tinggi.
Alja Yusnadi, anggota DPRK Aceh Selatan terpilih mengatakan hal ini harus menjadi salah satu fokus Pemerintah Aceh Selatan, karena pala salah satu sumber penghasilan masyarakat.
“Saya dengar Pemkab Aceh Selatan ingin mengalihkan jenis usaha BUMD Fajar Selatan, dari kontruksi ke perkebunan.
Salah satu sektor yang harus dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan adalah menjamin harga hasil bumi tidak turun jauh karena spekulasi pasar,” katanya.
Di beberapa tempat, pengumpul tidak ada uang, memanfaatkan situasi ini muncullah broker-broker yang punya uang, mereka membeli murah.
Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pengusaha lokal untuk mengakses modal usaha.
Kata Alja, jika tidak segera ditangani, hal ini akan menjadi catatan buruknya masyarakat penghasil pala, karena ini bukan kali pertama, tapi sering terjadi menjelang perayaan hari besar.
KURNIA
Sumber: AJNN.NET
Link: http://www.ajnn.net/2014/07/harga-pala-di-aceh-selatan-turun/
Diserang hama, produksi pala Aceh Selatan menurun
ACEH SELATAN – Produksi pala di Aceh Selatan mengalami penurunan cukup tajam. Dari 1.100 Kg/Ha/tahun menjadi 444 Kg/Ha/tahun.
Mengutip antaraaceh.com, Jumat (22/8, penyebab turunnya angka produksi karena tanaman pala diseranghama jenis penggerek batang dan jamur akar putih.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan H A Manaf Aldy, Aceh Selatan mengatakan pihaknya sudah berupaya mencari solusi pencegahan penyebaran hama. Bahkan pihaknya bekerja sama dengan Tim peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Bogor dan dengan Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh. Kata dia langkah pencegahan akan terus dilakukan.
Pemerintah juga memberikan bibit untuk dilakukan penanaman kembali.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan terilih, Alja Yusnadi mengatakan hama tersebut sudah menjadi momok bagi petani pala di Aceh Selatan. Sayangnya menurut dia langkah preventif belum maksimal dilakukan.
“Persoalan hama penggerek sudah lama menjadi masalah, hingga kini Pemkab Aceh Selatan belum mampu memberikan solusi,” kata politisi muda dari PDIP ini.
Alja menilai pemerintah sudah berupaya menangani persoalan itu dengan serius. Namun hama penggerek belum mampu ditangani hingga tuntas. Bila tak berhasil dicegah ia mengkhawatirkan batang batang yang baru ditanami juga bakal diserang hama.
Harga jual pala basah kini mencaai Rp.25 ribu per kilo, turun dari harga sebelumnya Rp.35 ribu per kilo. Menurut Alja, pala bisa meningkatkan kesejahteraan warga, karena di sana umumnya masyarakat petani yang bergantung hidu pada hasil kebun.
“perkebunan pala juga dapat mencegah pertambangan. Karena sektor ini lebih menjanjikan untuk digarap untuk peningkatan ekonomi,” tambahya.
Sumber : AJNN.NET
Link: http://www.ajnn.net/2014/08/diserang-hama-produksi-pala-aceh-selatan-menurun/
Mengutip antaraaceh.com, Jumat (22/8, penyebab turunnya angka produksi karena tanaman pala diseranghama jenis penggerek batang dan jamur akar putih.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan H A Manaf Aldy, Aceh Selatan mengatakan pihaknya sudah berupaya mencari solusi pencegahan penyebaran hama. Bahkan pihaknya bekerja sama dengan Tim peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Bogor dan dengan Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh. Kata dia langkah pencegahan akan terus dilakukan.
Pemerintah juga memberikan bibit untuk dilakukan penanaman kembali.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan terilih, Alja Yusnadi mengatakan hama tersebut sudah menjadi momok bagi petani pala di Aceh Selatan. Sayangnya menurut dia langkah preventif belum maksimal dilakukan.
“Persoalan hama penggerek sudah lama menjadi masalah, hingga kini Pemkab Aceh Selatan belum mampu memberikan solusi,” kata politisi muda dari PDIP ini.
Alja menilai pemerintah sudah berupaya menangani persoalan itu dengan serius. Namun hama penggerek belum mampu ditangani hingga tuntas. Bila tak berhasil dicegah ia mengkhawatirkan batang batang yang baru ditanami juga bakal diserang hama.
Harga jual pala basah kini mencaai Rp.25 ribu per kilo, turun dari harga sebelumnya Rp.35 ribu per kilo. Menurut Alja, pala bisa meningkatkan kesejahteraan warga, karena di sana umumnya masyarakat petani yang bergantung hidu pada hasil kebun.
“perkebunan pala juga dapat mencegah pertambangan. Karena sektor ini lebih menjanjikan untuk digarap untuk peningkatan ekonomi,” tambahya.
Sumber : AJNN.NET
Link: http://www.ajnn.net/2014/08/diserang-hama-produksi-pala-aceh-selatan-menurun/
Senin, 11 Agustus 2014
Awas, Serangan Balik!
Minggu, 10 Agustus 2014
(jangan) Melaknat Rahmat
Oleh: Alja Yusnadi
Fhoto: Int |
Rahmat
berasal
dari akar kata rahima-yarhamu- rahmat. Di dalam berbagai bentuknya,
kata ini terulang sebanyak 338 kali di dalam Al-Qur’an. Rahmat dapat
diterjemahkan menjadi kasih sayang. Dalam hal ini sangat dekat hubungannya
dengan sang pencipta, yang maha kuasa. Rahmat kita beri simbol positif (+). Sementara
Laknat dekat dengan kutuk, mengutuk, dikutuk, dijauhkan dari kasih sayang. Tentu
pula bertolak belakang dengan Rahmat. Laknat kita beri simbol negatif (-).
Sabtu, 09 Agustus 2014
Perempuan Kotak
Oleh: Alja Yusnadi
Jika
ada pertanyaan dari Tuan Presiden atau Mr. sekjend PBB, siapa pihak yang paling
dirugikan ketika konflik? Saya dengan lantang akan menjawab; PEREMPUAN!.
Perempuan Kecil, perempuan besar, perempuan tua, dan perempuan sedang.
Menangkap Bayang
Oleh: Alja Yusnadi
Suatu
ketika, kamis malam di bulan Agustus. Gerimis pelan-pelan membasahi tanah,
gemercik airnya cukup untuk membuat basah beberapa anak muda di pos jaga
gampong tetangga. Mereka duduk berkumpul membicarakan hal-hal yang tidak
diagendakan. Sekali waktu mengupas cinta, mereka membuka cakrawala.
Jilboobs, Tutup Atas Cetak Bawah
Oleh:
Alja Yusnadi
Rabu, 06 Agustus 2014
Siapa dibalik mutasi?
Oleh
: Alja Yusnadi
Akhir-akhir
ini, hampir disetiap sudut kota, dusun di Aceh Selatan sedang heboh
membicarakan mutasi guru. Ya, mutasi. Selama ini mutasi hanya terjadi dilevel
pejabat struktural. Misalnya pergantian Kepala Dinas, Kepala bagian, Kepala
Seksie, sampai eselon IV.
Tapi
kali ini kepala pemerintahan Aceh Selatan memindah tempatkan tenaga pendidik,
tenaga fungsional. Mungkin ini kali pertama dalam sejarah ke-guru-an di bumi
penghasil pala ini. Tanggapan bisa apa saja, lain orang lain pula tanggapan. Tapi
nampaknya kali ini banyak yang menjerit, terutama para guru.
Mutasi
guru tidak lah salah, bukan barang haram. Jika mutasi dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan berkeadilan, itu adalah langkah berani oleh Pak Bupati. Dan patut
kita apresiasi. Tapi jika mutasi untuk menuntaskan hasrat busuk tim sukses,
maka harus kita luruskan.
Dari
sekian banyak orang yang “ngomel” saya adalah salah satunya. Alasan pertama,
sudah banyak guru yang entah secara sengaja atau tidak, bercerita seraya
mengeluh kepada saya, kedua tentu saja hasil pengamatan saya yang tidak
seberapamana.
Saya
dengar penjelasan bupati, mutasi tersebut dilakukan untuk menutupi kekurangan
guru di daerah Trumon, Trumon Timur, Trumon Tengah, Bakongan, Bakongan Timur,
Kutabahagia. Berhenti pada alasan ini, saya sepakat dengan mutasi ini.
Masalahnya
tidak berhenti, rupa-rupanya mutasi juga dialami oleh guru sertifikasi
(fungsional) dipindahkan ke kantor UPTD Dinas Pendidikan (Struktural). Mutasi juga
terjadi pada sekolah yang hanya memiliki satu guru bidang studi tertentu,
setelah dimutasi, sekolah tersebut tidak memiliki guru bidang studi itu lagi. Ada
juga yang awalnya Tenaga Tata Usaha (Struktural) dimutasi menjadi guru
(fungsional).
Mutasi
juga dialami oleh guru-guru yang sudah memasuki masa persiapan pensiun. Kalau sudah
begini, saya tentu tidak setuju. Mutasi yang awalnya bertujuan untuk pemerataan
guru, justru meng-obok-obok guru. Belum lagi guru yang berasal dari Labuhan
Haji di pindahkan ke trumon.
Seharusnya,
sebelum melakukan mutasi, Bupati melalui Dinas Pendidikan membentuk tim. Tim ini
yang kemudian melakukan penilaian yang objektif, akurat, datanya harus aktual
dan faktual, jangan data kadaluarsa, bisa overdosis jika diterapkan.
Dari
beberapa pegawai Dinas Pendidikan merasa tidak tahu soal mutasi, para pengawas
juga tidak tahu, kepala sekolah juga tidak dilibatkan. Lantas, siapakah yang
bermain di balik mutasi ini?hantu tidak mungkin. Bupati sendiri pun tidak
mungkin.
Ada
yang menduga ini permainan tim sukses dengan pertimbangan like or dislike. Sejauh itukah?. Bisa iya bisa tidak. Oknum dinas
pendidikan, tim sukses, dalam hal ini bupati dikerjain.
Saran
saya bupati jangan sungkan untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini, tidak
keseluruhan, tapi sebagian yang keliru. Toh dalam SK juga disebutkan, akan
ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan. So, jangan angkuh, jangan ragu,
akui kesalahan, evaluasi staff, tim sukses bukan tuhan. jangan sampai bupati dijerumuskan...[]
Hanya Wakil, Tuanku Ya Rakyat!!
Oleh
: Alja Yusnadi
Sejak
2008, ketika mulai aktif di Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF), yang
konsen terhadap issue penguatan perdamaian, sedikit tidak saya sudah terlibat
dalam berbagai kegiatan pengontrolan pemerintah. Salah satu program ACSTF pada
saat itu adalah Monitoring Parlemen, Kebijakan Publik, Analisa Media.
Pada
program yang pertama, terakhir kali saya menjadi ketua divisi. Kegiatan pemantauan
yang saya lakukan bersama dengan tim membuat saya tertarik untuk mendalami
fungsi kedewanan; Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan.
Tidak
jarang saya satu meja dengan pimpinan DPRA untuk membahas kinerja dewan. Sekali
waktu, Fakultas Hukum Unsyiah mengadakan seminar menganai legislasi Aceh tahun
2012, saat itu pematerinya adalah Prof. Husni Jalil, guru besar Fakultas Hukum
Unsyiah, Amir Helmi, SH, wakil ketua DPRA, dan saya sendiri, Alja Yusnadi, S.TP
sebagai manager program ACSTF.
Sengaja
saya buat nama, lengkap dengan gelar kesarjanaan. Disaat pembukaan seminar oleh
Dekan FH, beliau menyentil saya dengan kalimat,”hanya orang hukum yang mengerti
legislasi, lainnya pengamat,” begitu ucap pak dekan. Tentu saja kalimat itu
ditujukan kesaya, karena saya yang notabenenya Sarjana Teknologi Pertanian, koq bicara legislasi.
Barangkali,
ucapan pak dekan ada benarnya. Secara akademik, saya bukan Sarjana Hukum, tapi
karena ketertarikan saya kepada legislasi, saya sudah pernah mengikuti
pendidikan singkat Legal Drafting, karena saya menggeluti dunia itu, saya juga
dituntut untuk membaca, mempelajari ilmu yang berkaitan dengan peran dewan.
Disela
itu, mewakili ACSTF, saya juga pernah mengeluarkan hasil kajian mengenai
kinerja DPRA, memberi masukan terhadap bebera qanun yang sedang dibahas DPRA,
melakukan Talkshow radio bersama piminan alat kelengkapan DPRA, seperti ketua
Komisi, ketua Banleg, dll.
Kemudian,
tahun 2014, setelah melewati pemilu, melalui Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, saya terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten
(DPRK) Aceh Selatan, dari Dapil IV. Seketika, saya teringat apa yang sudah saya
lakukan beberapa tahun silam.
Sebagai
bentuk tanggung jawab moral, melalui tulisan ini, saya memohon kepada
kawan-kawan yang dulu satu barisan ketika masih di kampus, di ACSTF, atau
diwarung kopi untuk mengingatkan saya ketika tidak sesuai dengan aturan. Tegur saya
ketika sudah melenceng, nasehati disaat saya salah, beri masukan disaat saya
tidak bisa berbuat apa-apa.
Setelah
lama absen, saya mencoba untuk kembali menghidupkan blog untuk menyimpan
goresan, ide, curhatan, mencoba lagi untuk menulis.
Beban
tersendiri bagi saya, apakah mampu mengemban amanah sebagai wakil rakyat, tapi
yang pasti hanya sekedar wakil, mengutip Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah;
hanya wakil, tuanku ya rakyat.[]
Politek Kuah Beulangong
Oleh : Alja Yusnadi
Syahdan, di
suatu negeri bertuan-puan, masyarakatnya sedang sibuk menentukan siapa yang
akan menjadi Tuan Besar di negeri itu. Menghadapi suksesi ini, masyarakat
meninggalkan sawah-ladang. Mereka berbondong-bondong, bersyarikat mendukung
jagoannya. Mereka menyiapkan berbagai rupa persembahan. Biasanya pemilihan
tetua negeri tak serumit ini, mengikuti sampai sang tetua sudah uzur, tak
sanggup lagi. tetua negeri biasanya tidak dipilih, ditentukan oleh beberapa
orang perwakilan sagi, wali sagi inilah yang memilih tetua negeri. Tidak ada
protes keras dari tuan-puan penghuni negeri.
Entah apa
sebabnya, tiba-tiba sistem penentuan tetua negeri tak lagi seperti biasa.
Masyarakat diberikan hak suara untuk menentukan tetua negeri. Bagai pisau
bermata dua ; bisa untung, dapat pula buntung. Dengan penuh keterbatasan,
akhirnya mereka membuat sistem pemilihan tetua negeri. Dibentuk lah panitia
pemilihan, panitia pengawas pemilihan. Kemudian masyarakat dibelah, mereka
diharuskan mendirikan perkumpulan-perkumpulan, melalui perkumpulan inilah tetua
negeri ini dicalonkan.
Hari berganti
mingu hingga berganti bulan, tuan-puan mendirikan beberapa perkumpulan, mereka
mengasosiakan diri di dalamnya. Para calon diberikan kesempatan untuk
menawarkan program kerjanya jika menjadi tetua negeri. Bermacam ragam, ada yang
menyewa kelompok rebana dari negeri sebelah, ada yang membagi-bagi bunga, ada
yang menyiapkan persembahan, itu semua dilakukan untuk menarik perhatian
tuan-puan semua, dan mengajak untuk memilih.
Semua calon
menawarkan program yang bagus, menjulang tinggi, hingga membawa negeri tak
bernama ini masuk kedalam perkumpulan negeri-negeri. Ada juga yang menawarkan
dukun gratis, tuan-puan tak perlu risau jika sakit, karena dukun telah dibayar
oleh negeri. Sekelolah keluar negeri, hingga menawarkan nikah siri gratis.
Bahkan, ada yang berani menjamin memberi uang untuk penghuni negeri sebanyak
tiga stali.
Begitulah,
masing-masing disibukkan mendukung jagoannya. Berbagai cara dilakukan, bahkan
hingga mengancam secara fisik. Ini lah kemundurannya, dulu puan dan tuan
penghuni negeri ini bersatu melawan penjajah dari negeri lain, bersama-sama
mengusirnya. Kini, mereka yang dulu satu barisan saling bantahan. Hingga
melampauai batas kemanusiaan. Beberapa orang sudah di bunuh, mereka menjadi
korban. Beberapa orang penduduk negeri tetangga juga diancam, di bunuh. Situasi
negeri sudah mulai kacau. Sawah-ladang yang sudah ditinggalkan tak terurus
lagi, penghuninya sudah sibuk mengurus calon tetua negeri. Pembangunan mesjid,
pembangunan rangkang juga tersendat. Begitu besar dampaknya. Penduduk
bertetangga sudah tidak saling sapa, padahal dulu mesra. Situasi negeri begitu
cepat berubah.
Hari pemilihan
hampir tiba, masing-masing kandidat dan pendukung sudah menyiapkan strateginya.
Tibalah pada masanya, tuan-puan beramai-ramai memberi suara. Rupanya ada yang
tak puas, entah darimana ihwalnya, pertempuran tak dapat dielakkan, pemilihan
gagal, tetua negeria tak jadi diganti.
Melihat situasi
ini, tetua negeri yang sudah sangat tua turun tangan, dia menenangkan keadaan.
Semua kelompok menginginkan jagoannya yang ditetapkan sebagai tetua negeri yang
baru, sehingga kesepakatan sulit dicapai. Tidak hilang akal, ditengah
kepikunan, tetua negeri mempersilahkan masing-masing kelompok untuk membubarkan
diri, kembali rumah masing-masing, pemilihan ulang akan diberitahukan kemudian.
Dengan raut kecewa, tuan-puan meninggalkan pusat negeri, menuju rumah
masing-masing.
Beberapa waktu
kemudian, tetua negeri membuat pengumuman, isinya meminta rakyat untuk pergi ke
lapangan Blang Padang, menghadiri kenduri raya. Beberapa ekor kerbau dan lembu
di sembelih, rakyat dengan sukarela mempersiapkan segala sesuatu, mulai
menyembelih, mencari buang nangka, peras kelapa, hingga memasak, masing-masing
bekerja sesuai keahliannya.
Setelah kuah
beulangong masak, tetua negeri meminta rakyatnya mundur, menjauh dari
beulangong. Kemudian tetua negeri meminta beberapa kandidat untuk maju,
menghadap beulangong. Tetua negeri memberikan perintah, agar masing-masing
kandidat dipercayakan untuk membagi kuah belangong kepada seluruh rakyat,
secara bergiliran.
Dimulai dari
kandidat pertama, dengan penuh percaya diri, disertai sorak-sorai pendukungnya
membagikan kuah beulangong kepada tuan-puan yang hadir. Satu persatu maju
dengan membawa sepiring nasi yang telah dipersiapkan. Disaat yang sama datang
tuan-puan pendukung kandidat kedua, kandidat pertama memberikannya setengah aweuk, begitu sampai pada pendukung dan
saudaranya, dia memberikan satu aweuk
penuh.
Tetua negeri
menghentikan, meminta kandidat kedua untuk membagikan kuah beulangong. Sama
saja, disaat tiba pendukung dan sanak-saudaranya, sang kandidat memberikan satu
aweuk penuh. Begitu pun dengan
kandidat-kandidat berikutnya. Tetua negeri menggeleng kepala, rakyat sudah
tenggelam dalam kenikmatan kuah beulangong.
Rakyat selesai
makan, petanda kenduri akan berakhir. Tetua negeri naik mimbar. Sekejap suasana
jadi senyap. “rakyat ku, hari ini kita telah menyaksikan bagaimana para kandidat
ini telah membagikan kuah beulangong pada kalian,” ucap sang tetua negeri.
“kalian bisa melihat, bagaimana mereka membagikan kuah beulangong itu tidak
secara adil, jika dihadapannya adalah sanak saudara dan pendukung, dia
melebihkan, ini tandanya mereka tidak adil, hanya merebut kekuasaan, negeri ini
akan hancur jika dipimpin oleh orang seperti ini,” tetua negeri terus
berceramah, mengalir bagai air bah. Tuan-puan tercengang, para kandidat
tertunduk lesu. Sejak itu, para kandidat mengundurkan diri, untuk sementara
negeri tetap dipimpin tetua dahulu, hingga rakyat negeri itu betul-betul siap
berdemokrasi.
Selamat Datang Presiden Rakyat!!
Oleh: Alja Yusnadi*
Pertama
sekali, saya ingin mengucapkan selamat kepada Presiden-wakil presiden terpilih
Republik Indonesia periode 2014-2019, Jokowidodo-Jusuf Kalla. Berbagai
peristiwa politik sejak masa pencalonan, kampanye hingga pasca pemilihan telah
kita lewati. Saya kira sangat banyak tenaga yang terkuras, baik materi maupun
imaterial. Apalagi untuk menangkal kampanye jahat yang dilancarkan pihak lawan.
Bahkan,
disaat KPU sudah menetapkan Jokowi-JK sebagai Capres-Cawapres terpilih,
kelompok garis keras masih saja menghembuskan kampanye gelap nan pekat. Tapi
hebatnya, para relawan dan pendukung di instruksikan untuk meninggalkan salam 2
jari, dan beralih ke salam 3 jari: Persatuan Indonesia.
Kemenangan
ini, mengisyaratkan kemenangan rakyat kebanyakan. Kemenangan ini bagaikan pohon
besar yang dibawahnya tempat banyak orang singgah dan menggantung harapan
hidup. Salah satunya adalah Aceh.
Secara
penduduk, aceh memang tidak seberapa dibandingkan dengan penduduk pulau Jawa,
Aceh hanya sebanding dengan 3-4 kabupaten di Jawa Tengah. Hal itu berbanding
lurus dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak seberapa.
Waktu
pemilihan kemarin, Aceh juga tidak menjadi lumbung Jokowi-JK, padahal Jusuf
Kalla (JK) dua kali berkunjung ke Aceh. akan tetapi jika dibandingkan dengan
perolehan suara Jusuf Kalla pada tahun 2009 lalu, jelas terjadi kenaikan yang
sangat besar.
Sebenarnya,
Aceh memiliki kedekatan dengan JK. Saat jadi wapres, JK menjadi salah satu
tokoh kunci yang mempelopori perdamaian Aceh, sebagaimana kita tahu, Aceh telah
dilanda konflik lebih dari 30 tahun secara terus menerus. Pilpres 2009, SBY
berhasil meraup suara hingga 90 persen, pilpres 2014, Prabowo meraih sekitar 54
persen, sisanya untuk Jokowi-JK.
Pun
Demikian, sebagai salah satu tim Jokowi-JK di Aceh Selatan, saya berharap
banyak kepada presiden baru pilihan rakyat ini. Aceh bukan basis banteng, malah
Aceh merupakan daerah kering bagi partai pemenang pemilu legislatif ini. PDI
Perjuangan hanya mendapatkan 1 kursi dari 13 kursi DPR RI, bahkan untuk Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) kosong. Mungkin alasan ini linear dengan kalahnya
Jokowi-JK di Aceh.
Untuk
memperbaiki citra dan reputasi kepemimpinan Presiden Jokowi kedepan, saya
sangat berharap Aceh menjadi perhatian. Aceh masih menyisakan banyak pekerjaan
rumah bagi pemerintah SBY-Boediono belum
mampu menjawab, padahal mereka menang telak di Aceh.
Undang-undang
No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh masih menyisakan banyak masalah.
Beberapa Peraturan Pemerintah (PP) belum dikeluarkan oleh pemerintah pusat,
seperti PP Minyak dan gas, salah satu sektor andalan aceh adalah migas, walau
tak banyak, cukup untuk mengelola pemerintahan setelah bagi hasil dengan
pemerintah pusat.
Selanjutnya
PP tentang Kawasan Pelabuhan Sabang. Laut juga menjadi andalan bagi Aceh, tapi
sarana dan prasarananya belum menunjang, kami sangat berharap Pemerintah
kedepan dapat mencermatinya. Selanjutnya
PP tentang kewenangan Aceh dan Pusat juga perlu diperhatikan. PP tersebut
merupakan perintah undang-undang. Aceh tidak mendapatkanny dengan gratis. Ada
sejarah panjang, sampai pada akhirnya tercapai kesepakatan damai.
Sebagai
salah satu tim pemenangan Jokowi-JK, tentunya kendala besar yang kita hadapi
dilapangan adalah streotipe masyarakat terhadap Jokowi dan PDI Perjuangan masih
terlalu negatif. Hal yang sama jug saya alami sebagai anggota DPRK terpilih
dari PDI Perjuangn. Betapa besar energi yang kita habiskan untuk menjelaskan
kepada masyarakat.
Kemenangan
PDI Perjuangan di Pemilu Legislatif, kemenangan Jokowi-JK di Pemilu Presiden
merupakan harapan baru. Khusus bagi Aceh juga merupakan ajang pembuktian, apa
yang dituduhkan selama masa kampanye tidak benar.
Langkah-langkah
terobosan yang akan di ambil pemerintah baru kedepan dapat menyelamatkan kami
tim pemenangan di Provinsi Aceh dan kabupaten/kota, atau sebaliknya akan
stagnan. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, PDI Perjuangan akan mendapatkan
tempat dihati rakyat Aceh, dan saya yakin akan menyongsong babak baru.
Seharusnya
harapan ini dapat kami sampaikan secara langsung, tapi sebagai tim pemenangan
yang berada jauh dari Jakarta, menulis surat seperti ini agak lebih mudah,
mudah-mudahan bapak membaca dan berkenan untuk menampungnya sebagai aspirasi
masyarakat aceh.
Sebagai
anggota DPRK Aceh Selatan periode 2014-2019 dari PDI Perjuangan, saya telah
menyampaikan apa yang menjadi ketakutan konstituen dan akan siap dengan segala
konsekwensi logisnya.
*Ketua BP Pilpres PDI Perjuangan Aceh Selatan, Juru
Bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK Aceh Selatan
Langganan:
Postingan (Atom)