Rabu, 08 Februari 2012

Menakar Politik Kaum Muda

Oleh : Alja Yusnadi

GONJANG-GANJING kasus korupsi Wisma Atlet, kasus penghamburan uang di Badan Urusan Rumah Tangga DPR RI menyeret sejumlah politisi muda. Nazaruddin, mantan anggota DPR RI yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD), Angelina Sondakh, Anggota DPR RI dari PD telah ditetapkan sebagai tersangka. Anas Urbaningrum, Ketua Umum PD juga diisukan terlibat dalam kasus yang merugikan uang negara tersebut.

Pada kasus proyek pembangunan ruang Banggar DPR seharga Rp 20 miliar, menyeret nama Pius Lustrilanang, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra. Sebelumnya, Gayus Halomoan Pertahanan Tambunan, pegawai Direktorat Pajak terlibat kasus penggelapan pajak dengan nilai ratusan miliar rupiah. Kasus korupsi di Kemenakertrans juga turut menyeret nama Muhaimin Iskandar selaku Menakertrans dan juga Ketua Umum Partai Kebangkitam Bangsa (PKB). Kasus L/C fiktif di Bank Century melibatkan inisiator Pansus Century, Mukhamad Misbakhun, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Melihat kiprah orang-orang muda tersebut, satu sisi kita patut mengapresiasi karena mereka telah berani dan mampu tampil sebagai orang penting di negeri ini. Nazaruddin misalnya, di usia yang relatif masih muda mampu menjadi Bendahara Umum partai pemenang pemilu dan lagi berkuasa. Anas juga demikian, dalam kongres Partai Demokrat dapat mengalahkan rivalnya yang justru lebih tua dan berpengalaman dalam bidang politik. Muhaimin mampu menjadi ketua umum partai yang mayoritas dihuni para kyai.

Di sisi lain, orang-orang muda tersebut terjerat di tengah pusaran politik-kekuasaan. Dalam kasus korupsi, tidak ada hubungan baku yang berbanding lurus antara usia muda dengan kemampuan untuk melakukan korupsi. Justru, usia muda sebenarnya dapat menekan penyebab korupsi, karena ide-ide perubahan masih segar dalam ingatan, dan empuknya kekuasaan belum melingkar di jidat orang muda.

Sejumlah pertanyaan
Namun mengapa dalam beberapa kasus tersebut justru yang terjerat adalah orang muda? Adakah peran politisi tua untuk menjerumuskan politisi muda? Lebih lanjut, sejauh manakah peran orang muda yang terlibat dalam kekuasaan, baik di partai politik, DPR, pemerintah? Adakah ide-ide perubahan yang dilakukan setelah bergabung dengan arus kekuasaan? Itu adalah sejumlah pertanyaan yang harus mampu dijawab oleh orang muda yang akan menjajaki arus politik-kekuasaan.

Untuk konteks lokal, situasinya tidak jauh berbeda, walau belum ada yang tersandung kasus korupsi, namun keterlibatan orang muda dalam arus politik-kekuasaan juga belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap agenda perubahan. Justru, tidak lebih baik dari politisi tua, jika tak dapat dikatakan lebih buruk.

Di level DPRA periode 2009-2014, sejumlah nama orang muda muncul. Beberapa di antaranya memegang posisi strategis, seperti ketua Fraksi, ketua Komisi. Lantas, apakah mereka mampu mewarnai DPRA dan partai politik tempat mereka bernaung? Sejauh pengamatan saya, nyaris tidak ada. Bahkan, selama ini DPRA identik dengan politisi tua yang sudah beberapa periode duduk sebagai anggota dewan.

Tidak ada kebijakan populis-strategis yang mereka gagas untuk kepentingan rakyat. Ide-ide segar yang seharusnya melekat pada orang muda tidak kelihatan, bahkan di antara mereka adalah bekas aktivis lembaga mahasiswa. Komisi yang mereka pimpin tidak mampu merumuskan qanun, secara keanggotaan DPRA, tidak ada usul inisiatif terhadap kebijakan.

Di level DPRK juga setali tiga uang. Politisi-politisi muda tersebut belum mampu memberikan perubahan, hampir di semua kabupaten/kota, anggota DPRK-nya diisi beberapa orang muda, bekas aktivis mahasiswa. Lagi-lagi, tidak ada kontribusi yang berlebihan. Bahkan ada DPRK yang selama satu tahun tidak menghasilkan satu qanun pun, selain qanun APBK.

Di eksekutif juga demikian, beberapa wakil bupati di aceh adalah orang muda dan bekas aktivis mahasiswa, seperti Wakil Bupati Aceh Selatan, Wakil Bupati Aceh Barat, Wali Kota/Wakil Wali kota Sabang, Wakil Bupati Aceh Timur, termasuk Wakil Gubernur Aceh sekarang. Keberadaan mereka tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, bahkan situasinya tidak lebih bagus dari sebelumnya.

Saat ini, menjelang pilkada, orang muda berbondong-bondong masuk ke dalam pusaran politik praktis, menjadi tim pemenangan. Ada yang mendapat posisi strategis, ada pula yang hanya menjadi “calo”, bahkan ada yang menjadi calo belum lewat sudah mau menjadi calon. Bermacam bentuk afiliasi politik ini tentunya memiliki tujuan masing-masing. Seharusnya, partisipasi politik orang muda yang dijamin konstitusi harus memiliki karakter dan ciri khas, tidak hanya sekedar mencari uang dan kedekatan dengan pengendali politik.

Titik balik
Ini adalah titik balik bagi politik orang muda. Tidak ada yang salah dengan politik-kepemimpinan orang muda. Namun, keikutsertaan tersebut harus diikuti dengan sejumlah persiapan. Keterlibatan orang muda harus disertai dengan visi yang jelas. Partai politik, sistem kekuasaan adalah alat untuk mensejahterakan rakyat.

Pengetahuan dan kapasitas adalah hal mutlak yang harus dimiliki, agar mampu mewarnai wacana dan pemikiran. Orang muda harus memiliki integritas. Dalam tataran ideal, orang muda memiliki peluang dan waktu yang banyak untuk berpikir tentang rakyat. Totalitas, loyalitas juga sangat diperlukan. Berproses menjadi hal penting, tidak menjadi politisi instan, sehingga sangat mudah untuk dipatahkan.

Jika hal itu dimiliki oleh orang muda yang ingin menjajal dunia politik-kekuasaan, seyogyanya rentetan kasus di atas tidak akan terjadi, paling tidak dapat diminimalisir. Partai politik juga harus berperan untuk mendidik, membina dan mengawasi kadernya, serta memberikan ruang bagi kader muda untuk berpartisipasi. Partai politik ke depannya harus memperbaiki metode perekrutan dan pendidikan bagi kader. Agar, kematangan anggota legislatif dan pengetahuan eksekutif (kepala daerah) sudah teruji.

Akhirnya, bagi kaum muda, teruslah mengasah pengetahuan, gunakan politik sebagai jalur perjuangan, jangan hanya mencari uang, perkuat kapasitas diri, ciptakan gagasan perubahan, karena maju-mundurnya negeri ini 10-20 tahun ke depan ada di tangan orang muda sekarang.

* Penulis adalah Putra Aceh, saat ini aktif sebagai Manager Program di Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF).

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2012/02/07/menakar-politik-kaum-muda#.TzDaUf-Dc24.facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar