Oleh: Alja Yusnadi, S.TP.,M.Si
Defisit merupakan
istilah yang sering dipakai dalam neraca keuangan. Secara sederhana, defisit
dapat dimaknai sebagai situasi dimana uang keluar lebih besar daripada uang
masuk, lebih besar pasak daripada tiang. Dalam perspektif Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, keinginan untuk membangun lebih besar dari pada kemampuan
yang dimiliki. Belanja lebih besar daripada Pendapatan.
Dalam beberapa
hari ini, defisit telah diterjemahkan secara liar di media sosial. Ikhwalnya
adalah pernyataan Sekretaris Daerah kabupaten aceh selatan kepada media, yang
menyatakan anggaran Aceh Selatan tahun 2020 defisit.
Sebenarnya,
pernyataan tersebut biasa saja, namun bagi kepala daerah tetap waspada, ada
sesuatu yang sedang terjadi. Beberapa pertanyaan dapat diajukan, Kenapa bisa defisit, dan kenapa Sekda
menyampaikan hal ini ke media dan seterusnya menjadi bola liar?
Defisit
APBK Aceh Selatan tahun 2020 dapat diartikan selisih kurang antara Pendapatan
Kabupaten dan Belanja Kabupaten. Jika merujuk kepada kesepakatan antara Badan
Anggaran DPRK dan TAPD, APBK Aceh Selatan tahun 2020 adalah: Pendapatan
Rp1,475.284.230.455.00, Belanja Rp1.516.903.262.724.00, Defisit
Rp41.619.032.279.00, Pembiayaan Rp41.619.032.268.00, dan silpa tahun bekenaan
nol.
Berdasarkan kesepakatan
tersebut, nampak selisih kurang antara pendapatan dan pembiayaan adalah sebesar
Rp
41.619.032.279.00. Jika melihat angka defisit tersebut masih dalam angka
kewajaran yang di tolerir oleh Kementrian Keuangan. Dimana angka defisit masih
dibawah angka 3,75 persen untuk katagori APBK rendah dan 4 persen untuk
kategori APBK sedang.
Pun demikian, menyeruaknya issue ini kepermukaan tentu
menunjukkan lemahnya konsolidasi internal pemerintahan. Seharusnya, disaat
pembahasan anggaran antara tim anggaran eksekutif dengan tim anggaran
legislative, berbagai proyeksi, baik pendapatan maupun belanja dapat dihitung
dengan cermat. Misalnya saja, defisit Rp. 41 Milyar tersebut dapat ditutupi
melalui skema apa.
Jika merujuk kepada ketentuan aturan perundang-undangan, ada
beberapa skema yang dapat dijalankan dalam menutupi defisit, diantaranya adalah
dibiayai dengan penerimaan pembiayaan,
termasuk dalam penerimaan pembiayaan tersebut misalnya Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman,
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan kembali
pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
SiLPA merupakan
dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko fiskal
seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBK mengalami defisit, tidak ada pendanaan
khusus dari APBN untuk menutupinya.
Dalam
hal ini, pembiayaan yang paling dimungkinkan adalah dengan SiLPA tahun
sebelumnya. Setelah dihitung, SiLPA hanya sebesar Rp. 21 miliar, sehingga ada Rp. 19
miliar lagi kebutuhan pembiayaan yang masih ternganga.
Untuk menutupi kekurangan tersebut
ada beberapa langkah yang dapat dilakukan: menggenjot Pendapatan, Memangkas
beberapa belanja, Hutang, menjual asset daerah, dan lain-lain. Jika melihat
berbagai pilihan itu, yang paling memungkinkan adalah merasionalkan kembali
struktur APBK Aceh Selatan pada APBK-Perubahan, dengan menambah pendapatan atau
memangkas pembelanjaan yang dianggap tidak begitu penting.
Pemerintah kabupaten harus melakukan
evaluasi melalui pendekatan yang cerdas dalam menentukan program kegiatan apa
yang akan di pangkas sebelum akhirnya dituangkan kedalam Kebijakan Umum
Anggaran dan Prioritas dan Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) -Perubahan
dan diserahkan ke DPRK untuk dibahas dan mendapat persetujuan bersama.
Kegiatan yang tidak bersentuhan
langsung dengan visi-misi Aceh Selatan hebat dapat ditunda pelaksanaannya,
begitu juga dengan program yang tidak memiliki daya gedor terhadap pergerakan
sosial-ekonomi.
Warning
Aceh Selatan pernah mengalami
sejarah yang agak gelap mengenai defisit ini. Sekira tahun 2012 APBK Aceh
Selatan, terjadi difisit diluar batas yang diboleh dalam peraturan menteri
keuangan. Celakanya, defisit baru diketahui setelah anggaran berjalan 5 bulan
melalui pemeriksaan reguler BPK. Etah dimana fungsi check and balance lembaga terkait pada saat itu.
Lebih bahaya lagi, issue defisit
disertai dengan issue pemotongan TC pegawai, pemotongan kegiatan, dan
lain-lain. Sementara BPK dalam laporan evaluasinya menyampaikan, Pemerintah kabupaten
membuat pengakuan hutang yang dibayar melalui salah satunya : Menjual asset
dari BUMD atau melalui pinjaman dari Departemen Keuangan.
Walau tidak separah dulu, kejadian
seperti ini tentu harus menjadi pengingat bagi Plt. Bupati Aceh Selatan, Alarm sudah mulai berbunyi. Dalam
melihat masalah ini, paling tidak ada beberapa hal yang harus menjadi catatan.
Pertama, Tim
Anggaran nampaknya tidak solid dalam mengambil keputusan terkait dengan
proyeksi APBK tahun 2020. Secara Dejure,
Sekda merupakan ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sekda yang
berperan sebagai jenderal lapangan dalam pembahasan anggaran, tentunya atas
arahan kepala daerah.
Seharusnya, dengan dibantu oleh Tim
eksekutif non-struktural, TAPD dapat bekerja maksimal dalam menyusun proyeksi
postur APBK 2020 bukan malah menjadi lembaga bayangan yang perannya tumpang
tindih dan melemahkan TAPD.
Kedua, Waspadai
masuknya program siluman. Kepala daerah harus dapat memastikan setiap program
yang dibiayai dengan APBK harus masuk melalui jalur resmi dan mendapat
persetujuan bersama dengan DPRK. Ada
kemungkinan, adanya pembahasan berlapis.
Plt. Bupati harus memperkuat posisi
Sekda dan jajaran birokrat. Jika sekda sekarang dianggap cakap dan dapat
bekerjasama, maka harus diberikan peran sebagaimana mestinya, terutama
menyangkut birokrasi-keuangan, jika dianggap tidak sejalan, maka harus dicarikan
jalan terbaik, sejauh tidak bertentangan dengan aturan hukum.
Sebagai ketua TAPD, posisi sekda
sangat strategis dalam hal mengkonsolidasikan program SKPK yang merupakan
turunan RPJM yang harus dicapai setiap tahunnya. Kepala daerah harus secara
rutin mengevaluasi program-program Aceh Selatan Hebat.
Kepala daerah harus memberikan garis
dembarkasi antara TAPD dengan Tim Non-struktural sehingga tidak tumpang tindih
dan saling berbenturan. Seharusnya kedua lembaga ini dapat saling bersinergi
dan dengan cepat berakselarasi membawa Aceh Selatan Sejahtera. Berikutnya, Plt.
Bupati harus memilih orang yang cakap untuk mengisi tim Anggaran dan memastikan
tidak masuk usulan kegiatan setelah pembahasan bersama DPRK.
Untuk menggenjot pendapatan, kepala
daerah harus membuat rapat evaluasi rutin mengenai Pendapatan Asli Daerah yang
melibatkan kepala SKPK, camat, dan stakeholder
lain. Untuk memaksimalkan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan dana
Transefr lainnya, Plt. Bupati juga harus memiliki tim yang kuat dan solid, agar
program Aceh Selatan Hebat dapat segera terlaksana!
Jika Defisit merupakan situasi atas
dasar kebutuhan mendesak program Aceh Selatan Hebat, maka itu merupakan trik
atau strategi, namun jika defisit menjadi siasat jahat, ini tentu menjadi
parasit bagi pemerintah aceh selatan. SMoga,
defisit anggaran ini tidak diikuti oleh defisit-defisit lainnya, terutama
defisit moral…
*)Penulis adalah Ketua DPC PDI
Perjuangan Aceh Selatan masa bhakti 2019-2024
Tulisan ini sudah pernah dimuat di :
https://anteroaceh.com/news/defisit/index.html
Tulisan ini sudah pernah dimuat di :
https://anteroaceh.com/news/defisit/index.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar