Minggu, 15 Maret 2020

Defisit, Oase di Tengah Intrik dan Parasit




Oleh: Alja Yusnadi, S.TP.,M.Si


Defisit merupakan istilah yang sering dipakai dalam neraca keuangan. Secara sederhana, defisit dapat dimaknai sebagai situasi dimana uang keluar lebih besar daripada uang masuk, lebih besar pasak daripada tiang. Dalam perspektif Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, keinginan untuk membangun lebih besar dari pada kemampuan yang dimiliki. Belanja lebih besar daripada Pendapatan.

Dalam beberapa hari ini, defisit telah diterjemahkan secara liar di media sosial. Ikhwalnya adalah pernyataan Sekretaris Daerah kabupaten aceh selatan kepada media, yang menyatakan anggaran Aceh Selatan tahun 2020 defisit.
Sebenarnya, pernyataan tersebut biasa saja, namun bagi kepala daerah tetap waspada, ada sesuatu yang sedang terjadi. Beberapa pertanyaan dapat  diajukan, Kenapa bisa defisit, dan kenapa Sekda menyampaikan hal ini ke media dan seterusnya menjadi bola liar?

Defisit APBK Aceh Selatan tahun 2020 dapat diartikan selisih kurang antara Pendapatan Kabupaten dan Belanja Kabupaten. Jika merujuk kepada kesepakatan antara Badan Anggaran DPRK dan TAPD, APBK Aceh Selatan tahun 2020 adalah: Pendapatan Rp1,475.284.230.455.00, Belanja Rp1.516.903.262.724.00, Defisit Rp41.619.032.279.00, Pembiayaan Rp41.619.032.268.00, dan silpa tahun bekenaan nol.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, nampak selisih kurang antara pendapatan dan pembiayaan adalah sebesar Rp 41.619.032.279.00. Jika melihat angka defisit tersebut masih dalam angka kewajaran yang di tolerir oleh Kementrian Keuangan. Dimana angka defisit masih dibawah angka 3,75 persen untuk katagori APBK rendah dan 4 persen untuk kategori APBK sedang.

Pun demikian, menyeruaknya issue ini kepermukaan tentu menunjukkan lemahnya konsolidasi internal pemerintahan. Seharusnya, disaat pembahasan anggaran antara tim anggaran eksekutif dengan tim anggaran legislative, berbagai proyeksi, baik pendapatan maupun belanja dapat dihitung dengan cermat. Misalnya saja, defisit Rp. 41 Milyar tersebut dapat ditutupi melalui skema apa.
Jika merujuk kepada ketentuan aturan perundang-undangan, ada beberapa skema yang dapat dijalankan dalam menutupi defisit, diantaranya adalah dibiayai dengan penerimaan pembiayaan, termasuk dalam penerimaan pembiayaan tersebut misalnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan daerah yang  dipisahkan, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.  
SiLPA merupakan dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko fiskal seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBK mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus dari APBN untuk menutupinya.
Dalam hal ini, pembiayaan yang paling dimungkinkan adalah dengan SiLPA tahun sebelumnya. Setelah dihitung, SiLPA hanya sebesar Rp. 21 miliar, sehingga ada Rp. 19 miliar lagi kebutuhan pembiayaan yang masih ternganga.

Untuk menutupi kekurangan tersebut ada beberapa langkah yang dapat dilakukan: menggenjot Pendapatan, Memangkas beberapa belanja, Hutang, menjual asset daerah, dan lain-lain. Jika melihat berbagai pilihan itu, yang paling memungkinkan adalah merasionalkan kembali struktur APBK Aceh Selatan pada APBK-Perubahan, dengan menambah pendapatan atau memangkas pembelanjaan yang dianggap tidak begitu penting.

Pemerintah kabupaten harus melakukan evaluasi melalui pendekatan yang cerdas dalam menentukan program kegiatan apa yang akan di pangkas sebelum akhirnya dituangkan kedalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) -Perubahan dan diserahkan ke DPRK untuk dibahas dan mendapat persetujuan bersama.

Kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan visi-misi Aceh Selatan hebat dapat ditunda pelaksanaannya, begitu juga dengan program yang tidak memiliki daya gedor terhadap pergerakan sosial-ekonomi.

Warning
Aceh Selatan pernah mengalami sejarah yang agak gelap mengenai defisit ini. Sekira tahun 2012 APBK Aceh Selatan, terjadi difisit diluar batas yang diboleh dalam peraturan menteri keuangan. Celakanya, defisit baru diketahui setelah anggaran berjalan 5 bulan melalui pemeriksaan reguler BPK. Etah dimana fungsi check and balance lembaga terkait pada saat itu.

Lebih bahaya lagi, issue defisit disertai dengan issue pemotongan TC pegawai, pemotongan kegiatan, dan lain-lain. Sementara BPK dalam laporan evaluasinya menyampaikan, Pemerintah kabupaten membuat pengakuan hutang yang dibayar melalui salah satunya : Menjual asset dari BUMD atau melalui pinjaman dari Departemen Keuangan.

Walau tidak separah dulu, kejadian seperti ini tentu harus menjadi pengingat bagi Plt. Bupati Aceh Selatan, Alarm sudah mulai berbunyi. Dalam melihat masalah ini, paling tidak ada beberapa hal yang harus menjadi catatan.


Pertama, Tim Anggaran nampaknya tidak solid dalam mengambil keputusan terkait dengan proyeksi APBK tahun 2020. Secara Dejure, Sekda merupakan ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sekda yang berperan sebagai jenderal lapangan dalam pembahasan anggaran, tentunya atas arahan kepala daerah.

Seharusnya, dengan dibantu oleh Tim eksekutif non-struktural, TAPD dapat bekerja maksimal dalam menyusun proyeksi postur APBK 2020 bukan malah menjadi lembaga bayangan yang perannya tumpang tindih dan melemahkan TAPD.

Kedua, Waspadai masuknya program siluman. Kepala daerah harus dapat memastikan setiap program yang dibiayai dengan APBK harus masuk melalui jalur resmi dan mendapat persetujuan bersama dengan DPRK.  Ada kemungkinan, adanya pembahasan berlapis.

Plt. Bupati harus memperkuat posisi Sekda dan jajaran birokrat. Jika sekda sekarang dianggap cakap dan dapat bekerjasama, maka harus diberikan peran sebagaimana mestinya, terutama menyangkut birokrasi-keuangan, jika dianggap tidak sejalan, maka harus dicarikan jalan terbaik, sejauh tidak bertentangan dengan aturan hukum.

Sebagai ketua TAPD, posisi sekda sangat strategis dalam hal mengkonsolidasikan program SKPK yang merupakan turunan RPJM yang harus dicapai setiap tahunnya. Kepala daerah harus secara rutin mengevaluasi program-program Aceh Selatan Hebat.

Kepala daerah harus memberikan garis dembarkasi antara TAPD dengan Tim Non-struktural sehingga tidak tumpang tindih dan saling berbenturan. Seharusnya kedua lembaga ini dapat saling bersinergi dan dengan cepat berakselarasi membawa Aceh Selatan Sejahtera. Berikutnya, Plt. Bupati harus memilih orang yang cakap untuk mengisi tim Anggaran dan memastikan tidak masuk usulan kegiatan setelah pembahasan bersama DPRK.

Untuk menggenjot pendapatan, kepala daerah harus membuat rapat evaluasi rutin mengenai Pendapatan Asli Daerah yang melibatkan kepala SKPK, camat, dan stakeholder lain. Untuk memaksimalkan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan dana Transefr lainnya, Plt. Bupati juga harus memiliki tim yang kuat dan solid, agar program Aceh Selatan Hebat dapat segera terlaksana!

Jika Defisit merupakan situasi atas dasar kebutuhan mendesak program Aceh Selatan Hebat, maka itu merupakan trik atau strategi, namun jika defisit menjadi siasat jahat, ini tentu menjadi parasit bagi pemerintah aceh selatan.  SMoga, defisit anggaran ini tidak diikuti oleh defisit-defisit lainnya, terutama defisit moral…

*)Penulis adalah Ketua DPC PDI Perjuangan Aceh Selatan masa bhakti 2019-2024

Tulisan ini sudah pernah dimuat di :

https://anteroaceh.com/news/defisit/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar