Senin, 10 Oktober 2011

Jangan Amputasi partisipasi masyarakat!



Jangan Amputasi partisipasi masyarakat!*

Oleh : Alja Yusnadi

Salah satu Rancangan Qanun (Raqan) yang akan dibahas oleh DPRA dalam masa persidangan tahun 2011 adalah Raqan Perubahan atas Qanun No. 3 tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan Qanun (TCPQ). Qanun tersebut merupakan acuan dasar dalam menyusun qanun-qanun berikutnya. Mengingat keberadaan qanun ini yang sangat penting, diawal perumusannya, Koalisi Masyarakat Sipil melakukan advokasi bersama terhadap penyusunan materi qanun ini.

Setelah berjalan beberapa tahun, akhirnya tahun 2011 DPRA melalui Pansus II akan merevisi, bahkan jika perubahannya lebih dari 50% maka qanun tersebut akan diganti. Dalam proses perubahan, DPRA tidak melibatkan masyarakat sipil, pembahasan yang terkesan tertutup itu diprediksi akan memangkas keterlibatan masyarakat dalam setiap perumusan qanun. 

Padahal, UU. No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah menjamin keterlibatan masyarakat dalam peyusunan qanun, seperti disebutkan dalam Pasal 238 Ayat (1) “ Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun.” Lalu ditegaskan pada Ayat (2) untuk “Setiap Tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi Publik”.  Dengan melihat keterbukaan yang dimaksudkan didalam pasal tersebut, sudah seharusnya hari ini DPR Aceh dan eksekutif mulai memaknai dengan seksama dan dipahamai sebagai wujud dalam menciptakan pemerintahan yang baik. 

Bentuk keterlibatan masyarakat tidak hanya disaat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) saja atau mendengar putusan. Pada saat penyusunan materi raqan, hendaknya DPRA atau Pemerintah Aceh melakukan jaring aspirasi dengan masyarakat, karena sebagai salah satu objek penderita, aspirasi masyarakat sangat diperlukan dalam setiap perumusan materi qanun.

Dengan Demikian, DPRA jangan memangkas materi qanun no. 3 tahun 2007 yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat, karena hal tersebut bertentangan dengan semangat perencanaan pembangunan yang berbasis kebutuhan masyarakat. kepada organisasi masyarakat sipil untuk ikut serta memantau pembahasan dan pengesahan qanun tersebut.


*)(Masukan Kepada DPRA Terhadap Rencana Perubahan Qanun No. 3 Tahun 2007)




Damai, Bukan Hanya Pilkada!
Oleh : Alja Yusnadi
Damai Menjadi kata yang sering disuarakan oleh berbagai pihak, terutama diaceh. Sebagai daerah bekas konflik yang memiliki sejarah pelanggaran Hak Azasi Manusia yang panjang, tentu damai adalah harapan besar. Menariknya, Kata damai juga menjadi pendulum bagi politisi, mereka menariknya kedalam ranah pilkada. Bagi pendukung, pengusung penundaan pilkada, maka kata damai dipadankan dengan kata penundaan pilkada, artikata, damai akan tercipta jika pilkada ditunda. Begitu juga dengan pendukung, pengusung pilkada jangan ditunda, kata damai akan lahir jika pilkada tidak ditunda.