Rabu, 02 Januari 2013

Valentine di Pegunungan Seulawah



( Catatan singkat “geng” jomblo)

Oleh : Alja Yusnadi

“Oke, kita akan berangkat sore selasa”, terdengar suara Syaid memecahkan kebuntuan, padahal teman-teman masih ngotot dengan prinsip mereka masing-masing.
Ada yang mau ke peukan biluy, tempat terkenal dengan pemandangan air terjunnya. Mata ie, dengan kesejukan airnya yang khas. Bahkan, Nasbar teman ku yang kocak. dengan ide gilanya ngajak kawan-kawan lawatan (istilah pejabat) ke Sabang Island.
 Tempat yang mempunyai kenangan tersendiri buat angkatan kami, khususnya aku. Bayangkan saja, untuk pertama kalinya aku ke sabang langsung mendapat pelajaran berharga, namun ada juga yang mempermasalahkannya, namun bagi ku, itu tidak penting, yang pasti aku mendapat kenangan dan pelajaran tersendiri dari ospek 3 tahun lalu.

Hal ini juga yang membuat kami masih terlihat kompak sampai sekarang. Mulai dari makan bareng, dibentak-membentak bareng, sampai ada yang kerasukan bareng, kami beraktivitas selalu dalam bentuk bareng, itulah sekilas peristiwa bersejarah bagi ku selama kuliah di Teknik Pertanian ini.
“Bagaimana Jay, apa kamu sudah siap berangkat”, terdengar suara Herman sambil menepuk punggung ku.
Spontan saja terbangun dari lamunan, “aku terserah sama kawan-kawan saja” aku berkilah sambil meneguk teh hangat yang kupesan setengah jam lalu.
 Ternyata, mereka sudah ada  keputusan bulat mengenai ekspedisi perdana kami setengah tahun terakhir ini; mendaki puncak seulawah.
Tidak seperti anggota dewan, ngotot mempertahankan rapelan meraka, padahal rakyat yang mereka wakili mayoritas hidup melarat, dasar tak tau diri!.
Lelah mengikuti ujian akhir semester selama dua minggu, atas inisiatif kawan-kawan, akhirnya aku, sigendut sayed, sikocak nasbar, si herman kalem, siheri Plyboy , Siceking Jaluk dan beberapa orang lagi “liburan”.
Menghabiskan sebahagian masa liburan mendaki puncak seulawah. Sebenarnya yang paling mendasar bukan itu, bayangkan saja, dari 13 yang ikut ekspedisi hanya si herman yang tidak berstatus jomblo.
 Itupun cewek yang menjadi pacarnya, si Prapti. Mahasiswi satu jurusan yang baru saja dikhianati pacarnya yang kuliah di Jawa sana. Setelah menjalin hubungan semenjak SMA, tanpa alasan yang jelas siprapti di tinggalkan,  menurutku siherman hanya pelampiaan saja. Terlepas dari itu, dialah satu-satunya dari kelompok kami yang terlepas dari cap jomlo.
 jadi dengan kata lain kelompok kami adalah kelompok mereka yang tidak ada, belum,  atau tidak mau pacaran, membajak kata Saikoji “JOMBLO”.
                Besok 13 Februari, artinya satu hari lagi kemenangan bagi pecinta wanita sejati akan tiba.
Kata teman, hari kasih sayang, atau istilah kerennya “Valentine days”,. Dunia disibukkan, tanyangan di Televisi semenjak 3 hari min “H” sudah dihiasi acara yang berhubungan dengan peristiwa ini.
Film yang menceritakan kisah asmara, sampai menayangkan persiapan orang-orang gede menyambut valentine, bahkan mengalahkan isu kecelakaan lalu lintas, bencana alam.
Menurutku, itu terlalu berlebihan, apalagi istilah dan sejarah nya  tidak dikenal di kalangan islam, (bukan sok Religius sih).
 lebih lucu lagi si Fadhil teman ku yang sok romantis itu juga membelikan hadiah special buat pacarnya, “sebagai tanda kasih sayang” jawabnya ketika ditanya kenapa harus rela mengeluarkan “goceng”nya lumayan besar, padahal tidak begitu dermawan.
Mungkin , karena teman-teman ku ini masing-masing menyandang status yang sama yaitu jomblo, makanya muncul ide nekat untuk hacking ke Puncak Seulawah pada tanggal 14 Februari. Pecinta sejati larut dalam keharuan, padahal medannya terlalu berbahaya untuk ukuran kami yang memang bukan kelompok mahasiswa pecinta alam.

***
                Akhirnya waktu yang kami tunggu-tunggu datang juga, mulai tanggal 13 aku sibuk mempersiapkan keperluan pendukung kegiatan ekspedisi.
                Apalagi, ini pengalaman pertama mendaki puncak seulawah. kata teman yang telah pernah kesana, alamnya sangat menantang, jadi aku harus benar-benar Mempersipkan diri gumam ku dalam hati. Mulai dari tas keril, matras, sampai peralatan dapur tak luput dari ingatan ku, semuanya telah kupersiapkan.
                Tepat pukul 12 siang, aku bergerak dari markas menuju Cafetaria, kami ngumpul disana.
Ternyata kawan-kawan telah siap dengan peralatan tempur mereka, yang paling lucu si Ceking Jaluk, karena badannya kurus, ketika membawa tas ransel penuh muatan, terlihat seperti kakek-kekek yang baru pulang dari sawah, apalagi dia mengenakan celana sobek lutut,mengingatkan aku pada Nek somat di kampung.
                Jaluk memastikan anggota lengkap, akhirnya kami pamitan pada sebagian teman-teman, langsung mendekat ke motor masing-masing.
Satu jam perjalanan akhirnya sampai diperkampungan kaki gunung Seulawah, sebuah pemandangan yang menunjukkan kebesaran tuhan ; luasnya hamparan sawah seyogyanya  membuat masyarakat disekitarnya sejahtera, namun hal yang kontradiksi, anak-anak menderita gizi buruk, pak tani dan bu tani masih ngutang disana sini untuk menghidupi keluarganya.
                Istirahat sekitar 30 menit untuk menghilangkan penat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan, sebelumnya motor yang kami tunggangi tadi dititip di tempat Dayat, kawan satu jurusan yang ikut ekspedisi.
Pada awal perjalanan, kawan-kawan begitu semangat, ada yang nyanyi, bersiul, masing-masing ,mempunyai keasyikan tersendiri.
Namun, setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, perkampungan sudah tidak kelihatan, hanya langit dan pepohonan semak belukar yang menjulang.
Suara manusia mulai menghilang dari pendengaran, matahari pun mulai merebahkan dirinya, pertanda sore akan tiba.
Penghuni hutan mulai bergentayangan, membuat nyali ciut, bulu romang berdiri, ditambah lagi terjalnya tanjakan yang harus dilalui. Dalam kondisi seperti ini kami kualahan, yang paling parah siCeking Jaluk dan SiGendut Sayed, mereka tampaknya ngos-ngosan, “Aku dah ngak kuat”  ungkap Jaluk memelas, Sayed pun demikian.
Akhirnya, kami terpaksa istirahat sejenak untuk mengurangi beban kawan-kawan yang hampir menyerah, istirahat selama 15 menit perjalanan dilanjutkan.
Formasi disusun, di depan kebagian si Herman, sebagai pilot, seterusnya diikuti Nasbar dan beberapa kawan lain, yang sudah loyo- kemudian kami ledekin pasukan bodrek-kebagian tempat di tengah barisan, ini sengaja diatur agar jika terjadi sesuatu dapat diketahui, aku kebagian barisan paling belakang, sengaja mengambil bagian ini karena fisik ku masih tahan, dan aku berharap dapat membantu pasukan bodrek.
                Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut, semuanya telah terpana dengan besarnya kuasa tuhan, lagu-lagu cinta yang tadinya keluar masuk secara bergantian dari mulut ke mulut sekarang hilang bagaikan ditelan masa, perjalanan relative lambat, mengingat stamina kawan-kawan sudah mulai terkuras, hari sudah mulai gelap, jam menunjukkan 18.30.
                Artinya, kami telah melakukan perjalanan selama enam jam lebih, namun kami belum mencapai puncak, menurut petunjuk puncak akan dicapai setelah melakukan enam jam perjalanan.
kegundahan mulai menyelimuti hati, situasi bertambah parah ketika hujan mulai membasahi kawasan puncak seulawah, suhu sangat dingin, bahkan Jaluk mengalami kedinginan berat.
Terpaksa masuk kedalam kepompong dan seterusnya kami memopoh rame-rame, pada situasi krisis karena sangking dinginnya, tangan dan kakinya gemetaran, bibirnya pucat pasi, tiada kata-kata yang keluar dari celah kedua bibirnya, mengingatkan aku pada kisah Soe Hoek Gie dengan puncak simerunya, semoga Hal yang sama tidak terjadi pada hari ini.
                Hawa dingin udara puncak seulawah kian terasa merasuk kedalam sum-sum tulang. tidak seperti hawa kota Banda Aceh yang telah di terkontaminasi, panas. Kicauan burung, dan suara binatang lainnya yang sudah menjadi barang langka di Banda mulai terdengar dari setiap lorong di pegunungan tersebut, walaupun dengan tergopoh-gopoh, perjalanan tetap kami lanjutkan.
selang satu jam, tepatnya 19.30 akhirnya kami menapaki untuk pertama kalinya di puncak seulawah. Teman-teman tampak senang, Jaluk dan Sayed walaupun sudah hampir tak sadarkan diri sumringah lebar terpancar dari balik bibirnya.
Setelah beristirahat beberapa menit, kami bergerak mempersiapkan tenda, alat masak, untuk keperluan papan, sandang dan pangan.
                Semua larut dengan aktifitas masing-masing, sekitar jam 22.30 kami selesai dengan urusan PSP, tanpa dikomando satu-persatu merapat di tengah ligkaran api yang hampir mirip dengan api unggun yang sering ku dengar lewat ceita novel pinjaman kawan satu kos.
                 Bahkan siJaluk yang tadinya belepotan, sekarang nampak lebih segar, setelah saling termenung satu dengan yang lain, hanya si Kocak Nasbar yang tidak kelihatan batang hidungnya, sayup-sayup terdengar seperti suara operator HP di balik tenda, apakah ini yang dinamakan setan, gumamku, ouh tidak, walaupun seorang cowok, namun untuk urusan yang satu ini aku kehilangan status sebagai cowok. Syukur !!!, ternyata si Nasbar lagi mencoba mencari frekuensi siaran radio.
                “Oke pendengar sekalian,dimana pun anda berada, sebagai awal sua pertama kita edisi special Valentine, satu tembang Cinta buat anda semua”, terdengar suara penyiar salah satu radio favorit di Kota Banda Aceh menyapa pendengarnya.
                 Sejurus kemudian diikuti sebuah tembang cinta yang sering kudengar dari kawan-kawan satu jurusan, apalagi mereka yang lagi kasmaran(meminjam istilah orang pacaran)
Selesai satu tembang, dilanjutkan dengan ajang kirim salam dan sapa si “dia”, berbagai corak suara dan cara penyampaian diperdengarkan, ada yang bilang sayang, cinta, abang adek, bahkan kelewat harunya ada yang menangis segala.
                 Aku bingung, apa yang membuat mereka seperti itu, yang tidak habis pikir ada yang nelpon hanya sekedar untuk ucapin selamat Valentine, dan ngasih tau pacarnya dimana tempat ketemuan besok buat ngerayain hari kasih sayang tersebut.
                Kulihat kawan-kawan disekeliling, sudah pada cari posisi aman semua, hanya tinggal aku dan National (merek radio si Sayed yang sekarang menjadi teman kencan ku) yang masih hidup.
                 Semakin lama penggemar semakin rame dan asyik, ku coba toleh kearah pegelangan tangan, ternyata pahlawan waktu sudah menunjukkan tepat pada angka 03 dini hari.
                 Udara semakin menunjukkan kedinginannya, sehingga jangankan manusia, nyamukpun ogah untuk mengganggu, sementara itu pemancar radio masih mengirimkan lagu-lagu cinta, namun apalacur ketika orang larut dalam kenikmatan yang menurutku fatamorgana, aku dan kawan-kawan hanya bisa merasakan bagaimana nikmatnya menghabiskan waktu di Pucak Seulawah yang jauh dari ilusi dan kebiadaban manusia. Dingin, Sejuk, damai dan entah apalagi perasaan yang sebelumnya belum pernah kunikmati di kota Banda Aceh yang manusianya sibuk sendiri.
                Aku hanya bisa diam, merenungi hidup, dan tentunya merayakan “Valentina Days” dipucak Seulawah dengan ala kami sendiri. Besok kami harus mempersiapkan diri untuk starategi berikutnya…………..SELAMAT JALAN VALENTINE


Puncak, Empat belas Februari Dua ribu tujuh……………              

               




Tulisan yg kubuat hampir empat tahun lalu..(disaat baru belajar "Nulis)....akhir masa "gila" bagi ku...paska itu, aku mendapatkan seorang peri, dambaan hati....
Kupersembahkan tulisan ini untuk para sahabat TePe angkatan Dua Ribu Empat...Bagi yang namanya kusebutkan dicerita ini, mohon maaf jika tidak berkenan..soalnya, tidak sempat kuminta izin, paling tidak, crta ini dpt menjadi kenangan, disaat rekan sekalian sudah bekerja, beristri, beranak, bercucu....buktinya, kita pernah satu perkuliahan...

tadi, flas disk ku yg sudah lama hilang, sdh ditemukan.....
Selamat berjelajah ke empat tahun lalu...

Untuk Kalian, inong-agam....Horas Bah!!

Salam hangat,


Alja Yusnadi Estepe.
(Pria yang pernah kuliah di Tepe Unsyiah, Pernah berdedikasi sebagai Sekretaris Umum Himateta, Pernah Mengabdi sebagai Ketua Dewan Mahasiswa FP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar