(
Catatan singkat “geng” jomblo)
Oleh : Alja Yusnadi
“Oke, kita
akan berangkat sore selasa”, terdengar suara Syaid memecahkan kebuntuan,
padahal teman-teman masih ngotot dengan prinsip mereka masing-masing.
Ada yang mau
ke peukan biluy, tempat terkenal dengan pemandangan air terjunnya. Mata ie, dengan
kesejukan airnya yang khas. Bahkan, Nasbar teman ku yang kocak. dengan ide
gilanya ngajak kawan-kawan lawatan (istilah pejabat) ke Sabang Island.
Tempat yang mempunyai kenangan tersendiri buat
angkatan kami, khususnya aku. Bayangkan saja, untuk pertama kalinya aku ke
sabang langsung mendapat pelajaran berharga, namun ada juga yang
mempermasalahkannya, namun bagi ku, itu tidak penting, yang pasti aku mendapat
kenangan dan pelajaran tersendiri dari ospek 3 tahun lalu.
Hal ini juga
yang membuat kami masih terlihat kompak sampai sekarang. Mulai dari makan bareng, dibentak-membentak bareng,
sampai ada yang kerasukan bareng, kami beraktivitas selalu dalam bentuk bareng,
itulah sekilas peristiwa bersejarah bagi ku selama kuliah di Teknik Pertanian
ini.
“Bagaimana
Jay, apa kamu sudah siap berangkat”, terdengar suara Herman sambil menepuk
punggung ku.
Spontan saja
terbangun dari lamunan, “aku terserah sama kawan-kawan saja” aku berkilah
sambil meneguk teh hangat yang kupesan setengah jam lalu.
Ternyata, mereka sudah ada keputusan bulat mengenai ekspedisi perdana
kami setengah tahun terakhir ini; mendaki puncak seulawah.
Tidak seperti
anggota dewan, ngotot mempertahankan rapelan meraka, padahal rakyat yang mereka
wakili mayoritas hidup melarat, dasar tak tau diri!.
Lelah mengikuti
ujian akhir semester selama dua minggu, atas inisiatif kawan-kawan, akhirnya
aku, sigendut sayed, sikocak nasbar, si herman kalem, siheri Plyboy , Siceking Jaluk dan beberapa
orang lagi “liburan”.
Menghabiskan sebahagian
masa liburan mendaki puncak seulawah. Sebenarnya yang paling mendasar bukan
itu, bayangkan saja, dari 13 yang ikut ekspedisi hanya si herman yang tidak
berstatus jomblo.
Itupun cewek yang menjadi pacarnya, si Prapti.
Mahasiswi satu jurusan yang baru saja dikhianati pacarnya yang kuliah di Jawa
sana. Setelah menjalin hubungan semenjak SMA, tanpa alasan yang jelas siprapti
di tinggalkan, menurutku siherman hanya
pelampiaan saja. Terlepas dari itu, dialah satu-satunya dari kelompok kami yang
terlepas dari cap jomlo.
jadi dengan kata lain kelompok kami adalah
kelompok mereka yang tidak ada, belum,
atau tidak mau pacaran, membajak kata Saikoji “JOMBLO”.
Besok 13 Februari, artinya satu hari lagi kemenangan bagi pecinta wanita sejati
akan tiba.
Kata teman, hari kasih
sayang, atau istilah kerennya “Valentine days”,. Dunia disibukkan, tanyangan di
Televisi semenjak 3 hari min “H” sudah dihiasi acara yang berhubungan dengan
peristiwa ini.
Film yang menceritakan
kisah asmara, sampai menayangkan persiapan orang-orang gede menyambut valentine,
bahkan mengalahkan isu kecelakaan lalu lintas, bencana alam.
Menurutku, itu
terlalu berlebihan, apalagi istilah dan sejarah nya tidak dikenal di kalangan islam, (bukan sok
Religius sih).
lebih lucu lagi si Fadhil teman ku yang sok
romantis itu juga membelikan hadiah special buat pacarnya, “sebagai tanda kasih
sayang” jawabnya ketika ditanya kenapa harus rela mengeluarkan “goceng”nya
lumayan besar, padahal tidak begitu dermawan.
Mungkin ,
karena teman-teman ku ini masing-masing menyandang status yang sama yaitu
jomblo, makanya muncul ide nekat untuk hacking
ke Puncak Seulawah pada tanggal 14 Februari. Pecinta sejati larut dalam
keharuan, padahal medannya terlalu berbahaya untuk ukuran kami yang memang
bukan kelompok mahasiswa pecinta alam.
***
Akhirnya waktu yang kami tunggu-tunggu datang juga, mulai
tanggal 13 aku sibuk mempersiapkan keperluan pendukung kegiatan ekspedisi.
Apalagi, ini pengalaman pertama mendaki puncak
seulawah. kata teman yang telah pernah kesana, alamnya sangat menantang, jadi
aku harus benar-benar Mempersipkan diri gumam ku dalam hati. Mulai
dari tas keril, matras, sampai peralatan dapur tak luput dari ingatan ku,
semuanya telah kupersiapkan.
Tepat pukul 12 siang, aku
bergerak dari markas menuju Cafetaria,
kami ngumpul disana.
Ternyata
kawan-kawan telah siap dengan peralatan tempur mereka, yang paling lucu si
Ceking Jaluk, karena badannya kurus, ketika membawa tas ransel penuh muatan,
terlihat seperti kakek-kekek yang baru pulang dari sawah, apalagi dia
mengenakan celana sobek lutut,mengingatkan aku pada Nek somat di kampung.
Jaluk memastikan anggota lengkap,
akhirnya kami pamitan pada sebagian teman-teman, langsung mendekat ke motor
masing-masing.
Satu
jam perjalanan akhirnya sampai diperkampungan kaki gunung Seulawah, sebuah
pemandangan yang menunjukkan kebesaran tuhan ; luasnya hamparan sawah
seyogyanya membuat masyarakat
disekitarnya sejahtera, namun hal yang kontradiksi, anak-anak menderita gizi
buruk, pak tani dan bu tani masih ngutang disana sini untuk menghidupi
keluarganya.
Istirahat
sekitar 30 menit untuk menghilangkan penat, akhirnya kami melanjutkan
perjalanan, sebelumnya motor yang kami tunggangi tadi dititip di tempat Dayat,
kawan satu jurusan yang ikut ekspedisi.
Pada awal
perjalanan, kawan-kawan begitu semangat, ada yang nyanyi, bersiul,
masing-masing ,mempunyai keasyikan tersendiri.
Namun, setelah
menempuh perjalanan selama tiga jam, perkampungan sudah tidak kelihatan, hanya
langit dan pepohonan semak belukar yang menjulang.
Suara manusia
mulai menghilang dari pendengaran, matahari pun mulai merebahkan dirinya,
pertanda sore akan tiba.
Penghuni
hutan mulai bergentayangan, membuat nyali ciut, bulu romang berdiri, ditambah
lagi terjalnya tanjakan yang harus dilalui. Dalam kondisi seperti ini kami kualahan,
yang paling parah siCeking Jaluk dan SiGendut Sayed, mereka tampaknya ngos-ngosan, “Aku dah ngak kuat” ungkap Jaluk memelas, Sayed pun demikian.
Akhirnya,
kami terpaksa istirahat sejenak untuk mengurangi beban kawan-kawan yang hampir
menyerah, istirahat selama 15 menit perjalanan dilanjutkan.
Formasi
disusun, di depan kebagian si Herman, sebagai pilot, seterusnya diikuti Nasbar
dan beberapa kawan lain, yang sudah loyo- kemudian kami ledekin pasukan
bodrek-kebagian tempat di tengah barisan, ini sengaja diatur agar jika terjadi sesuatu
dapat diketahui, aku kebagian barisan paling belakang, sengaja mengambil bagian
ini karena fisik ku masih tahan, dan aku berharap dapat membantu pasukan
bodrek.
Tak ada sepatah katapun yang
keluar dari mulut, semuanya telah terpana dengan besarnya kuasa tuhan,
lagu-lagu cinta yang tadinya keluar masuk secara bergantian dari mulut ke mulut
sekarang hilang bagaikan ditelan masa, perjalanan relative lambat, mengingat
stamina kawan-kawan sudah mulai terkuras, hari sudah mulai gelap, jam
menunjukkan 18.30.
Artinya, kami telah melakukan
perjalanan selama enam jam lebih, namun kami belum mencapai puncak, menurut
petunjuk puncak akan dicapai setelah melakukan enam jam perjalanan.
kegundahan
mulai menyelimuti hati, situasi bertambah parah ketika hujan mulai membasahi
kawasan puncak seulawah, suhu sangat dingin, bahkan Jaluk mengalami kedinginan berat.
Terpaksa
masuk kedalam kepompong dan
seterusnya kami memopoh rame-rame, pada situasi krisis karena sangking
dinginnya, tangan dan kakinya gemetaran, bibirnya pucat pasi, tiada kata-kata
yang keluar dari celah kedua bibirnya, mengingatkan aku pada kisah Soe Hoek Gie
dengan puncak simerunya, semoga Hal yang sama tidak terjadi pada hari ini.
Hawa dingin udara puncak
seulawah kian terasa merasuk kedalam sum-sum tulang. tidak seperti hawa kota
Banda Aceh yang telah di terkontaminasi, panas. Kicauan burung, dan suara
binatang lainnya yang sudah menjadi barang langka di Banda mulai terdengar dari
setiap lorong di pegunungan tersebut,
walaupun dengan tergopoh-gopoh, perjalanan tetap kami lanjutkan.
selang
satu jam, tepatnya 19.30 akhirnya kami menapaki untuk pertama kalinya di puncak
seulawah. Teman-teman tampak senang, Jaluk dan Sayed walaupun sudah hampir tak
sadarkan diri sumringah lebar terpancar dari balik bibirnya.
Setelah
beristirahat beberapa menit, kami bergerak mempersiapkan tenda, alat masak,
untuk keperluan papan, sandang dan pangan.
Semua larut dengan aktifitas
masing-masing, sekitar jam 22.30 kami selesai dengan urusan PSP, tanpa dikomando satu-persatu
merapat di tengah ligkaran api yang hampir mirip dengan api unggun yang sering
ku dengar lewat ceita novel pinjaman kawan satu kos.
Bahkan siJaluk yang tadinya belepotan,
sekarang nampak lebih segar, setelah saling termenung satu dengan yang lain,
hanya si Kocak Nasbar yang tidak kelihatan batang hidungnya, sayup-sayup
terdengar seperti suara operator HP di balik tenda, apakah ini yang dinamakan
setan, gumamku, ouh tidak, walaupun seorang cowok, namun untuk urusan yang satu
ini aku kehilangan status sebagai cowok. Syukur !!!, ternyata si Nasbar lagi
mencoba mencari frekuensi siaran radio.
“Oke pendengar sekalian,dimana
pun anda berada, sebagai awal sua pertama kita edisi special Valentine, satu
tembang Cinta buat anda semua”, terdengar suara penyiar salah satu radio
favorit di Kota Banda Aceh menyapa pendengarnya.
Sejurus kemudian diikuti sebuah tembang cinta
yang sering kudengar dari kawan-kawan satu jurusan, apalagi mereka yang lagi
kasmaran(meminjam istilah orang pacaran)
Selesai
satu tembang, dilanjutkan dengan ajang kirim salam dan sapa si “dia”, berbagai
corak suara dan cara penyampaian diperdengarkan, ada yang bilang sayang, cinta,
abang adek, bahkan kelewat harunya ada yang menangis segala.
Aku bingung, apa yang membuat mereka seperti
itu, yang tidak habis pikir ada yang nelpon hanya sekedar untuk ucapin selamat
Valentine, dan ngasih tau pacarnya dimana tempat ketemuan besok buat ngerayain
hari kasih sayang tersebut.
Kulihat kawan-kawan
disekeliling, sudah pada cari posisi aman
semua, hanya tinggal aku dan National
(merek radio si Sayed yang sekarang menjadi teman kencan ku) yang masih hidup.
Semakin lama penggemar semakin rame dan asyik,
ku coba toleh kearah pegelangan tangan, ternyata pahlawan waktu sudah
menunjukkan tepat pada angka 03 dini hari.
Udara semakin menunjukkan kedinginannya,
sehingga jangankan manusia, nyamukpun ogah
untuk mengganggu, sementara itu pemancar radio masih mengirimkan lagu-lagu
cinta, namun apalacur ketika orang larut dalam kenikmatan yang menurutku
fatamorgana, aku dan kawan-kawan hanya bisa merasakan bagaimana nikmatnya
menghabiskan waktu di Pucak Seulawah yang jauh dari ilusi dan kebiadaban
manusia. Dingin, Sejuk, damai dan entah apalagi perasaan yang sebelumnya belum
pernah kunikmati di kota Banda Aceh yang manusianya sibuk sendiri.
Aku hanya bisa diam, merenungi
hidup, dan tentunya merayakan “Valentina Days” dipucak Seulawah dengan ala kami
sendiri. Besok
kami harus mempersiapkan diri untuk starategi berikutnya…………..SELAMAT JALAN VALENTINE…
Puncak,
Empat belas Februari Dua ribu tujuh……………
Tulisan yg kubuat hampir empat tahun lalu..(disaat baru belajar
"Nulis)....akhir masa "gila" bagi ku...paska itu, aku
mendapatkan seorang peri, dambaan hati....
Kupersembahkan tulisan ini untuk para sahabat TePe angkatan Dua
Ribu Empat...Bagi yang namanya kusebutkan dicerita ini, mohon maaf jika tidak
berkenan..soalnya, tidak sempat kuminta izin, paling tidak, crta ini dpt
menjadi kenangan, disaat rekan sekalian sudah bekerja, beristri, beranak,
bercucu....buktinya, kita pernah satu perkuliahan...
tadi, flas disk ku yg sudah lama hilang, sdh ditemukan.....
Selamat berjelajah ke empat tahun lalu...
Untuk Kalian, inong-agam....Horas Bah!!
Salam hangat,
Alja Yusnadi Estepe.
(Pria yang pernah kuliah di Tepe Unsyiah, Pernah berdedikasi
sebagai Sekretaris Umum Himateta, Pernah Mengabdi sebagai Ketua Dewan Mahasiswa
FP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar