Minggu, 10 Agustus 2014

(jangan) Melaknat Rahmat



Oleh: Alja Yusnadi
Fhoto: Int
 Rahmat berasal dari akar kata rahima-yarhamu- rahmat. Di dalam berbagai bentuknya, kata ini terulang sebanyak 338 kali di dalam Al-Qur’an. Rahmat dapat diterjemahkan menjadi kasih sayang. Dalam hal ini sangat dekat hubungannya dengan sang pencipta, yang maha kuasa. Rahmat kita beri simbol positif (+). Sementara Laknat dekat dengan kutuk, mengutuk, dikutuk, dijauhkan dari kasih sayang. Tentu pula bertolak belakang dengan Rahmat. Laknat kita beri simbol negatif (-).  


Rahmat Tuhan sangat luas, seluas langit dan bumi. Berbentuk dalam berbagai wujud, dari arah yang tak disangka. Salah satu wujudnya adalah kekayaan sumber daya alam. Tidak semua kabupaten, provinsi, negara mendapat rahmat yang satu ini. Jikapun ada hubungan sebab-akibat, justru sebab itu terjadi di beberapa daerah “pilihan”.

Namun bagaimana jika rahmat itu tidak mampu dikelola sebagaimana mestinya?. Disinilah sumberdaya alam yang seharusnya rahmat-mendapat kasih sayang tuhan-berubah menjadi laknat.
Sudah banyak cerita pilu yang lahir dari rahim sumberdaya alam. Dibalik kisah rahmat Freeport terdapat kenyataan pahit rakyat papua. Diantara kilauan emas Newmont mewariskan gejolak sosial di Nusa Tenggara.

Terkadang, manusia tidak dapat berpikir sehat jika dihadapkan dengan “kesejahteraan”. Kalap mata. Penggunaan zat kimia yang tidak beraturan seperti air raksa pada proses pengolahan emas, dapat mengakibatkan persoalan genetik pada generasi yang akan datang.

Celakanya, masyarakat kita berpikir dan bertindak instan. Mereka tidak percaya tentang bahayanya air raksa, bahkan ada yang meminum untuk meyakinkan masyarakat lainnya, air raksa tidak apa-apa. Menurut pakar dan pengalaman di Nusa Tenggara dan Papua, efeknya tidak sekarang, tapi 10, 20 tahun yang akan datang.

Tidak perlu menunggu waktu lama, beberapa hari terakhir, ikan mati mendadak diperairan Pidie-Aceh Jaya. Sungai yang awalnya bisa dimanfaatkan untuk mandi, cuci, sekarang hanya bisa untuk kakus. Ini juga tidak cukup menjadi tanda dan pelajaran. Kita masih sangat akrab dengan air raksa dan sejenisnya, padahal tidak punya cukup pengetahuan. Limbah-limbah air raksa mengalir mengikuti aliran sungai hingga kemuara. Tidak ada pengaturan. 
 
Hal ini juga tidak berdiri sendiri. Masyarakat juga cukup punya alasan. ini adalah kehendak untuk memenuhi kesejahteraan. Andai saja masih ada lapangan pekerjaan lain, mungkin agak membantu kita dalam mendakwahkan tentang bahayanya merkuri, zat kimia itu. Pemerintah seolah hampir tak punya cara untuk memperlambat rahmat ini menjadi kutukan. 

Bukan tidak mungkin, sesuatu yang awalnya rahmat akan berubah menjadi laknat, karena tuhan telah mengatakan dalam Firman-Nya,” tidak akan terjadi kerusakan di darat dan laut, kecuali ulah tangan manusia,”. Mari kita mawas diri, jangan jadi perusak. Jangan menjungkirbalikkan rahmat menjadi laknat.[]

Kuta Radja, 11 Agustus 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar