Oleh: Alja Yusnadi
Fhoto: Int |
Rahmat
berasal
dari akar kata rahima-yarhamu- rahmat. Di dalam berbagai bentuknya,
kata ini terulang sebanyak 338 kali di dalam Al-Qur’an. Rahmat dapat
diterjemahkan menjadi kasih sayang. Dalam hal ini sangat dekat hubungannya
dengan sang pencipta, yang maha kuasa. Rahmat kita beri simbol positif (+). Sementara
Laknat dekat dengan kutuk, mengutuk, dikutuk, dijauhkan dari kasih sayang. Tentu
pula bertolak belakang dengan Rahmat. Laknat kita beri simbol negatif (-).
Rahmat
Tuhan sangat luas, seluas langit dan bumi. Berbentuk dalam berbagai wujud, dari
arah yang tak disangka. Salah satu wujudnya adalah kekayaan sumber daya alam. Tidak
semua kabupaten, provinsi, negara mendapat rahmat yang satu ini. Jikapun ada
hubungan sebab-akibat, justru sebab itu terjadi di beberapa daerah “pilihan”.
Namun
bagaimana jika rahmat itu tidak mampu dikelola sebagaimana mestinya?. Disinilah
sumberdaya alam yang seharusnya rahmat-mendapat kasih sayang tuhan-berubah
menjadi laknat.
Sudah
banyak cerita pilu yang lahir dari rahim sumberdaya alam. Dibalik kisah rahmat
Freeport terdapat kenyataan pahit rakyat papua. Diantara kilauan emas Newmont
mewariskan gejolak sosial di Nusa Tenggara.
Terkadang,
manusia tidak dapat berpikir sehat jika dihadapkan dengan “kesejahteraan”. Kalap
mata. Penggunaan zat kimia yang tidak beraturan seperti air raksa pada proses
pengolahan emas, dapat mengakibatkan persoalan genetik pada generasi yang akan
datang.
Celakanya,
masyarakat kita berpikir dan bertindak instan. Mereka tidak percaya tentang
bahayanya air raksa, bahkan ada yang meminum untuk meyakinkan masyarakat
lainnya, air raksa tidak apa-apa. Menurut pakar dan pengalaman di Nusa Tenggara
dan Papua, efeknya tidak sekarang, tapi 10, 20 tahun yang akan datang.
Tidak
perlu menunggu waktu lama, beberapa hari terakhir, ikan mati mendadak diperairan
Pidie-Aceh Jaya. Sungai yang awalnya bisa dimanfaatkan untuk mandi, cuci,
sekarang hanya bisa untuk kakus. Ini
juga tidak cukup menjadi tanda dan pelajaran. Kita masih sangat akrab dengan
air raksa dan sejenisnya, padahal tidak punya cukup pengetahuan. Limbah-limbah
air raksa mengalir mengikuti aliran sungai hingga kemuara. Tidak ada
pengaturan.
Hal
ini juga tidak berdiri sendiri. Masyarakat juga cukup punya alasan. ini adalah
kehendak untuk memenuhi kesejahteraan. Andai saja masih ada lapangan pekerjaan
lain, mungkin agak membantu kita dalam mendakwahkan tentang bahayanya merkuri,
zat kimia itu. Pemerintah seolah hampir tak punya cara untuk memperlambat
rahmat ini menjadi kutukan.
Bukan
tidak mungkin, sesuatu yang awalnya rahmat akan berubah menjadi laknat, karena
tuhan telah mengatakan dalam Firman-Nya,” tidak akan terjadi kerusakan di darat
dan laut, kecuali ulah tangan manusia,”. Mari kita mawas diri, jangan jadi
perusak. Jangan menjungkirbalikkan rahmat menjadi laknat.[]
Kuta Radja, 11 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar