Sabtu, 09 Agustus 2014

Menangkap Bayang



Oleh: Alja Yusnadi



Suatu ketika, kamis malam di bulan Agustus. Gerimis pelan-pelan membasahi tanah, gemercik airnya cukup untuk membuat basah beberapa anak muda di pos jaga gampong tetangga. Mereka duduk berkumpul membicarakan hal-hal yang tidak diagendakan. Sekali waktu mengupas cinta, mereka membuka cakrawala.


Irama air hujan di atas seng yang sudah berkarat mempengaruhi ritme pembicaraan, sesekali asap mengepul membentuk bayang tanpa wujud. Diantara sekian kupasan mereka, satu topik yang menggelitik asa. Anak si fulan yang kelas 2 SMP sudah berhenti sekolah, gegara hamil. Si Fulen anak Tuan Fulin yang kelas 2 SMA itu sudah menikah.

Mereka menyibak yang selama ini tertutup. Hampir tidak percaya apa yang mereka sampaikan, satu diantara mereka bicara tanpa henti, menceritakan pengalamannya perihal perempuan kotak. Yang lainnya menimpali, kalau ini bukan hal luar biasa, karena sudah menjalar hingga ke lorong sempit dikaki bukit.

Anak muda yang rerata sudah layak nikah itu tak henti-hentinya bercerita fenomena anak muda yang dimabuk asmara, hingga mengabaikan akal sehat. Ini adalah persoalan bangsa, persoalan kita. Generasi muda yang seharusnya belajar untuk mempersiapkan masa depan yang lebih matang, justru dibelit cerita cinta terlarang.

Sekaratnya, tak mengenal tempat dan waktu. Daerah urban yang biasa menjadi muara pertemuan laut dan sungai, airnya kadang asin kadang tawar. Tempat berbaurnya para pendatang. Kalah dengan sudut gang sempit nan kumuh, amis. Virus ini mengalahkan ebola, merusak masa depan anak muda. 

Tembok nan kokoh harus disiapkan. Keluarga menjadi pondasi. Memberikan bekal yang memadai. Jangan anggap basi. Luang kan waktu untuk peduli. Memantau aktivitas teknologi, media sosial jangan abaikan. Tidak jarang kasus pelarian berawal dari media sosial.

Bekali dengan rambu-rambu kehidupan. Ajari tanggung jawab, paling tidak untuk diri sendiri. Ajak mereka diskusi, jangan lepas diri. Mereka penuh dengan keingin tahuan, jangan dipaksakan, pelan-pelan beri masukan.

Hape jangan anggap sepele. Seminggu sekali periksa isinya, jika ada yang sangsi ajak mereka diskusi. Berikan penjelasan, lebih kurang. Buat mereka belajar ambil keputusan. Jika sudah demikian, lepaslah tanggung jawab, berkontribusi bagi generasi. Selebihnya, kita tidak tahu ketetapan tuhan. Paling tidak kita tidak sedang menangkap bayang-bayang. Banyak-banyak mengucap nama Tuhan.. []

Ladang Teungoh, 08 Agustus 2014.  
Fhoto: Int

Tidak ada komentar:

Posting Komentar