Oleh: Alja Yusnadi
Suatu
ketika, kamis malam di bulan Agustus. Gerimis pelan-pelan membasahi tanah,
gemercik airnya cukup untuk membuat basah beberapa anak muda di pos jaga
gampong tetangga. Mereka duduk berkumpul membicarakan hal-hal yang tidak
diagendakan. Sekali waktu mengupas cinta, mereka membuka cakrawala.
Irama
air hujan di atas seng yang sudah berkarat mempengaruhi ritme pembicaraan,
sesekali asap mengepul membentuk bayang tanpa wujud. Diantara sekian kupasan
mereka, satu topik yang menggelitik asa. Anak si fulan yang kelas 2 SMP sudah
berhenti sekolah, gegara hamil. Si Fulen anak Tuan Fulin yang kelas 2 SMA itu
sudah menikah.
Mereka
menyibak yang selama ini tertutup. Hampir tidak percaya apa yang mereka
sampaikan, satu diantara mereka bicara tanpa henti, menceritakan pengalamannya
perihal perempuan kotak. Yang lainnya menimpali, kalau ini bukan hal luar
biasa, karena sudah menjalar hingga ke lorong sempit dikaki bukit.
Anak
muda yang rerata sudah layak nikah itu tak henti-hentinya bercerita fenomena
anak muda yang dimabuk asmara, hingga mengabaikan akal sehat. Ini adalah
persoalan bangsa, persoalan kita. Generasi muda yang seharusnya belajar untuk
mempersiapkan masa depan yang lebih matang, justru dibelit cerita cinta
terlarang.
Sekaratnya,
tak mengenal tempat dan waktu. Daerah urban yang biasa menjadi muara pertemuan
laut dan sungai, airnya kadang asin kadang tawar. Tempat berbaurnya para
pendatang. Kalah dengan sudut gang sempit nan kumuh, amis. Virus ini mengalahkan
ebola, merusak masa depan anak muda.
Tembok
nan kokoh harus disiapkan. Keluarga menjadi pondasi. Memberikan bekal yang
memadai. Jangan anggap basi. Luang kan waktu untuk peduli. Memantau aktivitas
teknologi, media sosial jangan abaikan. Tidak jarang kasus pelarian berawal
dari media sosial.
Bekali
dengan rambu-rambu kehidupan. Ajari tanggung jawab, paling tidak untuk diri
sendiri. Ajak mereka diskusi, jangan lepas diri. Mereka penuh dengan keingin
tahuan, jangan dipaksakan, pelan-pelan beri masukan.
Hape
jangan anggap sepele. Seminggu sekali periksa isinya, jika ada yang sangsi ajak
mereka diskusi. Berikan penjelasan, lebih kurang. Buat mereka belajar ambil
keputusan. Jika sudah demikian, lepaslah tanggung jawab, berkontribusi bagi
generasi. Selebihnya, kita tidak tahu ketetapan tuhan. Paling tidak kita tidak
sedang menangkap bayang-bayang. Banyak-banyak mengucap nama Tuhan.. []
Ladang
Teungoh, 08 Agustus 2014.
Fhoto: Int
Tidak ada komentar:
Posting Komentar