Sabtu, 18 April 2020

Perkongsian Pecah, Kepentinganpun Terbelah!



Ilustrasi (Int)

Oleh : Alja Yusnadi

Kongsi, berarti persekutuan dagang. Perkongsian dapat diartikan perihal yang berkaitan dengan persekutuan dagang, melibatkan lebih dari satu orang untuk mencapai tujuan bersama, dalam hal dagang tentu untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Pada prakteknya, kata perkongsian ini lebih dekat jika dipadankan dengan aktivitas yang menyangkut ekonomi. Kongsi ini juga sudah diserap kedalam Bahasa daerah, salah satunya Bahasa Aceh; Konsi.

Tak hanya dalam dagang, perkongsian juga terjadi di dalam politik, salah satu perkongsian politik adalah apa yang dilakukan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mereka bekerjasama untuk meraih dukungan masyarakat sebagai pemilih.

Bedanya, perkongsian dagang biasanya diwujudkan kedalam bentuk badan hukum, semisal Perseroan Terbatas. Dalam persekutuan model begini, semua diatur jelas dalam statuta yang dibuat dan disepakati bersama di depan Notaris.

Penyertaan modal dan bagi hasil disepakati diawal perkongsian, jika ada yang melanggar, maka dapat diselesaikan dihadapan pengadilan.

Bagaimana dengan perkongsian politik?, perkongsian model begini absurd, dan sering sekali berujung kepada perselisihan. Biasanya, manis diawal pahit diujung. Celakanya, tidak ada mahkamah yang dapat mengadili perkara semacam ini.

Dalam praktik politik, calon kepala daerah biasanya menyepakati bersama dengan calon wakil mengenai hal-hal yang akan mereka lakukan jika terpilih nantinya, selain visi-misi.

Kesepakatan “dibawah tangan” ini sering kali berbelok arah ketika sudah dilantik. Berbagai kepentingan dapat menggesek, sehingga apa yang telah disepakati menjadi sampah sama sekali.

Sejak pemilihan langsung, secara garis besar, setidaknya Aceh telah melewati tiga kali ajang pemilihan kepala daerah; pilkada 2007, 2012 dan 2017. Pada pilkada pertama, Irwandi Yusuf yang berpasangan dengan M. Nazar terpilih menjadi Gubernur dan wakil gubernur Aceh periode 2007-2012.

Pasangan ini tidak awet, pada pilkada 2012, Irwandi berganti pasangan dengan Muhyan Yunan, sementara M. Nazar berpasangan dengan Nova Iriansyah, yang terpilih adalah Zaini Abdullah yang berpasangan dengan Muzakir Manaf.

Pada pilkada 2017, Zaini Abdullah mengganti pasangan, dia memilih Nasaruddin sebagai wakil. Muzakir Manaf berpasangan dengan TA. Khalid. Yang terpilih pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.

Dalam tiga kali pilkada, tidak ada pasangan yang mampu bertahan untuk dua kali, semuanya berakhir di satu periode. Kondisi ini juga diikuti kabupaten/kota, seingat saya, hanya Mawardi-Illiza yang bertahan untuk dua kali pilkada.

Pasang surut hubungan ini diartikulasikan secara berbeda, ada yang melawan terang terangan, memendam, memilih diam dan melawan di ujung jalan. Beberapa wakil Bupati yang secara terang-terangan melawan adalah Tgk. Husaini A. Wahab, wakil bupati Aceh Besar periode 2017-2022. Husaini beberapa kali mengungkapkan kekesalannya terhadap Mawardi Ali, Bupati yang menjadi pasangannya kepada media.

Kemudian, Banta Puteh Syam, wakil bupati Aceh Barat periode 2017-2022. Banta merasa diabaikan oleh Ramli, Bupati yang menjadi pasangannya. Dalam sebuah kesempatan, Banta menceritakan bagaimana dirinya tidak dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan.

Baru-baru ini, hal serupa juga terjadi di pulau Simeulu. Afridawati, wakil bupati Simeulu terlibat adu mulut dengan Erli Hasim, Bupati yang menjadi pasangannya ketika pilkada 2017 lalu.

Apa yang menimpa Afrida, Banta dan Husaini bukanlan yang pertama dan bukan pula yang terakhir. Hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah memang berada didepan jurang yang menganga. Bahkan, menurut kementrian dalam negeri, 98% berantam ditengah jalan.

Tingginya angka perceraian ini karena kepentingan yang tidak mampu disatukan. Padahal, perkongsian politik ini telah melewati jalan yang berliku. Bupati merasa sebagai pucuk pimpinan, pemegang kendali. Wakil pun demikian, merasa ikut berkorban disaat pemenangan, sehingga harus diberikan porsi kekuasaan.

Secara regulasi, wakil kepala daerah memiliki tugas membantu kepala daerah dalam hal memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan.

Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan perangkat daerah provinsi bagi wakil gubernur serta memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau desa bagi wakil bupati/walikota.

Kemudian, wakil kepala daerah memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan pemerintah daerah.

Begitulah tugas wakil kepala daerah yang disebutkan di dalam undang-undang tentang pemerintah daerah. Kecuali kepala daerah berhalangan, baru wakil kepala daerah memiliki otoritas.

Dalam posisi ini, wakil kepala daerah menjadi tidak berdaya. Keberadaannya benar-benar menjadi pelengkap, tidak ada kewenangan khusus yang dapat diambil tanpa persetujuan kepala daerah. Sebaliknya, kepala daerah dapat mengambil keputusan walau tanpa melibatkan wakilnya.

Secara umum, ada dua faktor utama yang menyebabkan kepala daerah dan wakil pecah kongsi ditengah jalan; Urusan pengaturan proyek dan penunjukan pejabat perangkat daerah. Jika wakil tidak mencampuri kedua urusan tersebut, besar kemungkinan akan berlanjut pada pilkada berikutnya.

Pembagian kekuasaan acap kali diasosiasikan dengan kedua hal tersebut, terlepas diakomodir atau tidak oleh aturan perundang-undangan. Bahkan, ada perjanjian yang dibuat dihadapan notaris.

Publik hendak mendengar pecah kongsi disebabkan perbedaan pendapat dalam mengurus kepentingan rakyat, bukan gegara rebutan proyek dan penunjukan pejabat.

Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama dan masif di seluruh Indonesia, sudah waktunya system kepemimpinan daerah dievaluasi. Bisa jadi yang dipilih adalah kepala daerah saja, sementara wakil ditunjuk dari Aparatur Sipil Negara, atau tetap berpasangan, namun memberikan pembagian kewenangan.[]


Disclaimer:
Alja Yusnadi, adalah penulis Kolom Alja Yusnadi (KAY) di media daring www.anteroaceh.com. KAY terbit secara berkala, berkala penulisnya ada ide...hehehe

Tulisan ini juga dapat dibaca di:

https://anteroaceh.com/news/bicah-konsi-kepentinganpun-terbelah/index.html.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar