Oleh : Alja Yusnadi
Kongsi,
berarti persekutuan dagang. Perkongsian
dapat diartikan perihal yang berkaitan dengan persekutuan dagang, melibatkan
lebih dari satu orang untuk mencapai tujuan bersama, dalam hal dagang tentu untuk
meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Pada
prakteknya, kata perkongsian ini lebih dekat jika dipadankan dengan aktivitas
yang menyangkut ekonomi. Kongsi ini juga sudah diserap kedalam Bahasa daerah, salah
satunya Bahasa Aceh; Konsi.
Tak
hanya dalam dagang, perkongsian juga terjadi di dalam politik, salah satu
perkongsian politik adalah apa yang dilakukan antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Mereka bekerjasama untuk meraih dukungan masyarakat sebagai
pemilih.
Bedanya,
perkongsian dagang biasanya diwujudkan kedalam bentuk badan hukum, semisal
Perseroan Terbatas. Dalam persekutuan model begini, semua diatur jelas dalam
statuta yang dibuat dan disepakati bersama di depan Notaris.
Penyertaan
modal dan bagi hasil disepakati diawal perkongsian, jika ada yang melanggar,
maka dapat diselesaikan dihadapan pengadilan.
Bagaimana
dengan perkongsian politik?, perkongsian model begini absurd, dan sering sekali berujung kepada perselisihan. Biasanya,
manis diawal pahit diujung. Celakanya, tidak ada mahkamah yang dapat mengadili
perkara semacam ini.
Dalam
praktik politik, calon kepala daerah biasanya menyepakati bersama dengan calon
wakil mengenai hal-hal yang akan mereka lakukan jika terpilih nantinya, selain
visi-misi.
Kesepakatan
“dibawah tangan” ini sering kali berbelok arah ketika sudah dilantik. Berbagai
kepentingan dapat menggesek, sehingga apa yang telah disepakati menjadi sampah
sama sekali.
Sejak
pemilihan langsung, secara garis besar, setidaknya Aceh telah melewati tiga
kali ajang pemilihan kepala daerah; pilkada 2007, 2012 dan 2017. Pada pilkada
pertama, Irwandi Yusuf yang berpasangan dengan M. Nazar terpilih menjadi
Gubernur dan wakil gubernur Aceh periode 2007-2012.
Pasangan
ini tidak awet, pada pilkada 2012, Irwandi berganti pasangan dengan Muhyan
Yunan, sementara M. Nazar berpasangan dengan Nova Iriansyah, yang terpilih
adalah Zaini Abdullah yang berpasangan dengan Muzakir Manaf.
Pada
pilkada 2017, Zaini Abdullah mengganti pasangan, dia memilih Nasaruddin sebagai
wakil. Muzakir Manaf berpasangan dengan TA. Khalid. Yang terpilih pasangan
Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Dalam
tiga kali pilkada, tidak ada pasangan yang mampu bertahan untuk dua kali,
semuanya berakhir di satu periode. Kondisi ini juga diikuti kabupaten/kota,
seingat saya, hanya Mawardi-Illiza yang bertahan untuk dua kali pilkada.
Pasang
surut hubungan ini diartikulasikan secara berbeda, ada yang melawan terang terangan,
memendam, memilih diam dan melawan di ujung jalan. Beberapa wakil Bupati yang
secara terang-terangan melawan adalah Tgk. Husaini A. Wahab, wakil bupati Aceh
Besar periode 2017-2022. Husaini beberapa kali mengungkapkan kekesalannya
terhadap Mawardi Ali, Bupati yang menjadi pasangannya kepada media.
Kemudian,
Banta Puteh Syam, wakil bupati Aceh Barat periode 2017-2022. Banta merasa
diabaikan oleh Ramli, Bupati yang menjadi pasangannya. Dalam sebuah kesempatan,
Banta menceritakan bagaimana dirinya tidak dilibatkan dalam setiap pengambilan
keputusan.
Baru-baru
ini, hal serupa juga terjadi di pulau Simeulu. Afridawati, wakil bupati Simeulu
terlibat adu mulut dengan Erli Hasim, Bupati yang menjadi pasangannya ketika
pilkada 2017 lalu.
Apa
yang menimpa Afrida, Banta dan Husaini bukanlan yang pertama dan bukan pula
yang terakhir. Hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah memang
berada didepan jurang yang menganga. Bahkan, menurut kementrian dalam negeri,
98% berantam ditengah jalan.
Tingginya
angka perceraian ini karena kepentingan yang tidak mampu disatukan. Padahal,
perkongsian politik ini telah melewati jalan yang berliku. Bupati merasa sebagai
pucuk pimpinan, pemegang kendali. Wakil pun demikian, merasa ikut berkorban
disaat pemenangan, sehingga harus diberikan porsi kekuasaan.
Secara
regulasi, wakil kepala daerah memiliki tugas membantu kepala daerah dalam hal
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,
mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau
temuan hasil pengawasan aparat pengawasan.
Memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan
perangkat daerah provinsi bagi wakil gubernur serta memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh perangkat daerah
kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau desa bagi wakil bupati/walikota.
Kemudian,
wakil kepala daerah memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah
dalam pelaksanaan pemerintah daerah.
Begitulah
tugas wakil kepala daerah yang disebutkan di dalam undang-undang tentang
pemerintah daerah. Kecuali kepala daerah berhalangan, baru wakil kepala daerah
memiliki otoritas.
Dalam
posisi ini, wakil kepala daerah menjadi tidak berdaya. Keberadaannya benar-benar
menjadi pelengkap, tidak ada kewenangan khusus yang dapat diambil tanpa
persetujuan kepala daerah. Sebaliknya, kepala daerah dapat mengambil keputusan
walau tanpa melibatkan wakilnya.
Secara
umum, ada dua faktor utama yang menyebabkan kepala daerah dan wakil pecah
kongsi ditengah jalan; Urusan pengaturan proyek dan penunjukan pejabat
perangkat daerah. Jika wakil tidak mencampuri kedua urusan tersebut, besar
kemungkinan akan berlanjut pada pilkada berikutnya.
Pembagian
kekuasaan acap kali diasosiasikan dengan kedua hal tersebut, terlepas
diakomodir atau tidak oleh aturan perundang-undangan. Bahkan, ada perjanjian
yang dibuat dihadapan notaris.
Publik
hendak mendengar pecah kongsi disebabkan perbedaan pendapat dalam mengurus
kepentingan rakyat, bukan gegara rebutan proyek dan penunjukan pejabat.
Jika
kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama dan masif di seluruh Indonesia,
sudah waktunya system kepemimpinan daerah dievaluasi. Bisa jadi yang dipilih
adalah kepala daerah saja, sementara wakil ditunjuk dari Aparatur Sipil Negara,
atau tetap berpasangan, namun memberikan pembagian kewenangan.[]
Disclaimer:
Alja Yusnadi, adalah penulis Kolom Alja Yusnadi (KAY) di media daring www.anteroaceh.com. KAY terbit secara berkala, berkala penulisnya ada ide...hehehe
Tulisan ini juga dapat dibaca di:
https://anteroaceh.com/news/bicah-konsi-kepentinganpun-terbelah/index.html.
Disclaimer:
Alja Yusnadi, adalah penulis Kolom Alja Yusnadi (KAY) di media daring www.anteroaceh.com. KAY terbit secara berkala, berkala penulisnya ada ide...hehehe
Tulisan ini juga dapat dibaca di:
https://anteroaceh.com/news/bicah-konsi-kepentinganpun-terbelah/index.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar