Doc. Pribadi |
Oleh : Alja Yusnadi
Warna,
secara sederhana dapat diartikan sebagai spektrum tertentu yang terdapat di
dalam suatu cahaya sempurna (putih). Panjang gelombang menentukan variasi yang
selanjutnya akan membentuk berbagai warna ;Merah, Kuning, Biru, dan seterusnya.
Bagi
sebagian awam, warna tidak begitu berarti, hanya menjadi pembeda antara satu
dengan yang lain. Namun bagi pelukis, desain grafis, pemilihan dan perpaduan warna
tentu sangat menentukan hasil karya mereka.
Warna
dapat ditemukan dalam berbagai spektrum kehidupan, termasuk politik. Dalam
politik, warna dikontruksikan menjadi salah satu identitas partai politik,
misalnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) identik dengan
merah, kalau di Aceh merah juga identik dengan Partai Aceh, begitu juga dengan
partai-partai lain, yang barangkali secara historis dan filosofis dapat
menjelaskan pemilihan masing-masing warna.
Disetiap
acara partai, kita bisa menemukan segala pernak-pernik bernuansa warna partai, mulai
dari rias panggung, kursi, sampai souvenir. Bahkan, pada masa orde baru, gegara
warna ini, pengurus dan simpatisan baku hantam.
Ketika
itu, Indonesia hanya ada 3 partai politik. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
dengan warna merah, Golongan Karya (Golkar) dengan warna kuning dan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dengan warna hijau.
Menjelang
pemilu, masing-masing partai politik melakukan perang warna. Selain bendera dan
kaos, warna dominan dari partai yang sedang berkuasa juga menghiasi pos jaga
dan fasilitas publik lainnya.
Pengurus
dan simpatisan partai berusaha untuk mengintervensi pemilih sejak dari alam
bawah sadar, melalui warna. Tidak jarang karena perbedaan warna kaos oblong,
simpatisan diakar rumput baku hantam.
Saya
masih ingat, menjelang pemilu 1997, seorang teman diberikan hukuman oleh pihak sekolah,
karena ketahuan memakai kaos hijau khas PPP. Saat itu, pemerintah dikuasai oleh
warna kuning. Alasannya, anak sekolah tidak boleh berpolitik.
Pada
saat Aceh didominasi oleh Partai Aceh pada pemilu 2009 dan 2014 juga demikian.
Pos pemuda yang pembangunannya bersumber dari anggaran daerah di cat merah,
putih, hitam, perpaduan tiga warna itu identik dengan Partai Aceh.
Pun
demikian ketika Irwandi Yusuf sebagai ketua PNA menjadi Gubernur, warna orange
sebagai ciri khas PNA dengan mudah kita temukan disetiap sudut kota.
Sekarang,
Aceh dipimpin oleh Plt Gubernur yang juga merupakan ketua Partai Demokrat Aceh,
maka dominasi warna biru sebagai identitas Partai Demokrat dengan mudah pula kita temukan di
media publikasi Pemerintah Aceh.
Agaknya,
dalam percaturan politik liberal seperti sekarang ini, perang warna merupakan
tradisi yang secara turun-temurun dilakukan, disemua tingkatan. Bahkan di Aceh
Selatan, warna patung naga diubah menjadi orange.
Beberapa
hari terakhir, jagat perpolitikan Aceh diwarnai dengan kritikan, pancacita yang
merupakan lambang pemerintah Aceh telah berubah warna, menjadi biru. Hal itu
ditemukan di karung tempat bantuan sosial kepada masyarakat rentan.
Bantuan
yang disalurkan oleh Dinas Sosial provinsi Aceh itu didominasi warna biru.
Warna itu dianggap sebagai refresentasi identitas politik Plt. Gubernur yang
merupakan ketua Partai Demokrat.
Terkait
polemik ini, kepala Dinas Sosial menjelaskan, jika warna biru merupakan warna
khas kementrian sosial. Jawaban ini tentu membingungkan. Pun demikian, Ada
beberapa sebab permainan warna ini terjadi, yang pertama, atas arahan Plt.
Gubernur, kedua infrovisasi kepala SKPA atau jajaran, yang ketiga kesalahan
pihak percetakan.
Dengan
kekuasaan yang dimiliki, Plt. Gubernur dapat dengan mudah memerintah bawahannya
untuk menggunakan warna biru sebagai warna dominan dalam setiap publikasi
pemerintah Aceh, baik di papan reklame, spanduk, brosur, termasuk umpang bantuan sosial.
Kemungkinan
selanjutnya adalah kepala SKPA. Sebagaimana kita ketahui, para kepala SKPA
mendapatkan jabatan itu melalui serangkaian proses, mulai proses teknis hingga
proses politis. Setelah mengikuti seleksi, kepala daerah memilih satu diantara
tiga yang dirokemdasikan oleh tim penyeleksi.
Bisa
jadi, kepala SKPA sebagai bawahan Plt Gubernur berusaha untuk memberikan
“pelayanan” terbaik. Melakukan infrovisasi, agar atasan senang dan sebagai
wujud terimakasih dan mengikuti tren yang sudah ada.
Atau
bisa saja, kesalahan teknis terjadi, tempat percetakan salah menerjemahkan
pesanan.
Apapun
alasannya, yang jelas warna telah menjadi pembeda. Sehingga membentuk
identitas. Harusnya identitas dalam ranah politik dapat dikontruksikan dalam
bentuk yang lebih esensial.
Selain
SARA, perdebatan soal warna ini telah usang dan tidak menguntungkan rakyat
sebagai alasan utama kenapa pemerintah harus ada. Seharusnya yang menjadi
pembeda adalah platform dan gagasan yang akan diperjuangkan.
Rakyat
bisa mendebat tentang apa yang akan mereka buat. Warna biarlah menjadi pelengkap,
seperti anak-anak yang menyanyikan lagu balon ku ada lima. Dengan riang gembira
menyebutkan macam-macam warna.
Ditengah
ancaman pandemi Covid-19 ini, masyarakat membutuhkan kebijakan nyata. Pembagian
bahan pokok salah satunya. Pemerintah Aceh harus melakukan konsolidasi
kebijakan dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa.
Jangan
sampai pembagian bahan pokok itu, justru menjadi masalah baru di desa. Sebut
saja misalnya, jumlah masyarakat yang seharusnya berhak menerima di satu desa
sebanyak 50 kepala keluarga, namun pemerintah aceh hanya memberikan kepada 15
kelapa keluarga.
Saya
membayangkan, jika para pemimpin yang sekarang sedang berkuasa, mengeluarkan
kebijakan yang dapat menekan penyebaran Corona dan mampu mengamankan kebutuhan
dasar rakyat, ini akan menjadi modalitas yang kuat.
Disisi
lain, biarkan para oposisi dan pengamat berbeda pendapat. Anggap saja kehadiran
mereka sebagai penyemangat dan pengingat disaat kebijakan salah tempat.
Rakyat
akan mengingat. Apakah pemerintah atau oposisi yang paling tepat. Biarkan kebijakan
yang menjadi identitas. Pemilih akan mengganjarnya pada pemilu yang akan
datang, tidak peduli warna apa yang menjadi latar. Jika sudah demikian, barulah
kita kuat![]
Tulisan ini sudah pernah tayang di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar